Insitekaltim, Samarinda – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) tengah merancang pembangunan Pusat Distribusi Provinsi sebagai salah satu strategi utama untuk mengendalikan inflasi. Upaya ini dinilai krusial untuk menjamin kelancaran pasokan barang, khususnya komoditas yang selama ini menjadi penyumbang utama inflasi daerah.
Hal tersebut disampaikan Staf Ahli Gubernur Kaltim Bidang III Arief Murdiyanto, usai kegiatan Capacity Building Evaluasi Program Kerja Pengendalian Inflasi Kaltim yang berlangsung di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kalimantan Timur, Kamis 19 Juni 2025.
“Salah satu upaya kita untuk mengendalikan inflasi adalah memastikan distribusi barang, khususnya komoditas utama penyumbang inflasi, bisa berjalan lancar,” kata Arief.
Kondisi geografis dan ketergantungan Kaltim terhadap pasokan dari luar daerah kerap menimbulkan lonjakan harga ketika distribusi terganggu. Karena itu, keberadaan pusat distribusi menjadi kunci untuk menjaga stabilitas suplai dan harga.
“Begitu suplai terhambat, barang jadi langka. Dampaknya harga langsung melambung, masyarakat pasti terdampak. Ini yang ingin kita hindari,” ujarnya.
Kaltim telah memiliki enam Toko Penyeimbang di beberapa kabupaten/kota, antara lain di Berau, Penajam Paser Utara, Balikpapan, Samarinda, dan Paser. Toko-toko ini berfungsi sebagai simpul distribusi yang akan diperkuat dan dikembangkan menjadi bagian dari sistem pusat distribusi provinsi.
“Ini akan menjadi sub-distribusi. Barang kebutuhan masyarakat bisa didistribusikan secara lancar, sehingga harga tetap terkendali,” kata Arief.
Menurutnya, sistem distribusi yang kuat juga penting untuk mendukung agenda daerah saat menghadapi momen besar seperti hari raya, musim paceklik, maupun kegiatan berskala nasional. Ketika pusat distribusi berjalan efektif, stabilisasi harga akan lebih mudah dicapai.
“Kalau ada event besar, peran distribusi makin krusial. Maka pusat distribusi ini akan kita jadikan tulang punggung pengendalian logistik dan stabilisasi harga,” imbuhnya.
Peran TPID di 10 kabupaten/kota di Kaltim, Arief menyampaikan masing-masing daerah memiliki pendekatan dan kearifan lokal yang berbeda. Meskipun demikian, secara prinsip strategi pengendalian inflasi di seluruh daerah tetap mengacu pada tiga pilar utama: ketersediaan pasokan, pengendalian harga, dan kelancaran distribusi.
“Setiap kabupaten kota punya karakteristik berbeda. Tapi pada dasarnya strategi TPID tetap sama, disesuaikan dengan komoditas prioritas di masing-masing wilayah,” jelasnya.
Beberapa komoditas yang tampak sepele justru menjadi penyumbang inflasi di sektor jasa dan konsumsi harian. Seperti kangkung yang ternyata permintaannya tinggi karena banyak digunakan oleh hotel, katering, dan pelaku usaha kuliner.
“Di Samarinda misalnya, produksi kangkung banyak, tapi distribusinya tidak lancar. Padahal kebutuhan industri jasa sangat tinggi. Masalah kecil seperti ini jika tidak diatasi bisa berdampak pada harga,” ungkapnya.
Ia berharap, ketika pusat distribusi provinsi sudah berjalan, koordinasi distribusi antarkabupaten/kota juga ikut diperkuat. TPID kabupaten/kota diminta aktif membangun kerja sama lintas wilayah untuk saling mengisi kebutuhan komoditas masing-masing.
“Yang punya lebih bisa bantu daerah yang kekurangan. Ini penting untuk menciptakan kestabilan pasokan di seluruh Kaltim,” katanya.
Arief juga menegaskan pentingnya orkestrasi antar-TPID untuk menciptakan sistem pengendalian inflasi yang efektif dari daerah hingga tingkat nasional.
“Kalau kabupaten/kota bagus, TPID provinsi akan bagus. Kalau provinsi bagus, otomatis kontribusi kita ke pengendalian inflasi nasional juga akan positif,” tandasnya. (Adv/DiskominfoKaltim)
Editor: Sukri