Insitekaltim, Samarinda – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur terus mendorong percepatan penyelesaian Program Forest Carbon Partnership Facility – Carbon Fund (FCPF–CF) demi optimalisasi manfaat dari konservasi hutan yang telah dijaga selama bertahun-tahun. Hal ini disampaikan Wakil Gubernur Kaltim Seno Aji saat membuka Forum Konsultasi Publik Dokumen Indigenous Peoples Plan (IPP) dan revisi Benefit Sharing Plan (BSP) Program FCPF-CF Emission Reduction Program (EK–JERP), Kamis (7/8/2025) di Hotel Aston Samarinda.
“Kita ingin menuntaskan program FCPF yang sudah ditandatangani sejak 2020 lalu. Sempat terhenti setelah pemberian uang muka 20 juta USD, kemudian ada revisi. Sekarang kita dorong lagi supaya bisa selesai,” ujar Seno Aji usai acara.
Menurutnya, sejumlah permintaan dari masyarakat adat dan elemen lokal menjadi alasan dilakukannya revisi dan forum konsultasi publik ini. Tambahan masukan tersebut dinilai penting untuk menyempurnakan rencana pembagian manfaat (benefit sharing) agar program benar-benar berpihak pada masyarakat, terutama yang berada di sekitar kawasan hutan.
Selain mendengar aspirasi, forum ini juga menjadi kesempatan Pemprov Kaltim untuk menyelaraskan program provinsi—seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur—ke dalam skema pemanfaatan dana karbon.
“Targetnya, kita harap revisi ini bisa selesai September atau Oktober, agar manfaatnya bisa langsung dirasakan sampai Desember 2025,” lanjut Seno.
Seno Aji menegaskan, manfaat dari program ini sangat besar bagi masyarakat. Kaltim sendiri telah menandatangani kesepakatan penurunan emisi sebesar 22 juta ton CO₂e dengan imbalan sebesar USD 110 juta atau sekitar Rp1,5 triliun dari Bank Dunia.
Namun, kini capaian emisi telah meningkat menjadi 35 juta ton CO₂e, sehingga peluang nilai jual karbon juga meningkat signifikan.
“Kalau awalnya hanya dihargai 5 Dolar per ton, sekarang di tempat lain bisa sampai 20 Dolar. Ini yang akan kita kejar, supaya masyarakat Kaltim bisa mendapat manfaat lebih besar,” ungkapnya.
Dana muka sebesar USD 20,9 juta yang sudah diterima sebelumnya telah dimanfaatkan dengan baik, termasuk disalurkan ke lebih dari 400 desa dan kampung, serta masyarakat hukum adat. Penyaluran ini menjadi contoh praktik baik di Indonesia dan Asia Pasifik, menjadikan Kaltim sebagai provinsi pertama penerima kompensasi karbon dari Bank Dunia.
Program ini bukan hanya soal dana, tetapi juga pengakuan dunia atas komitmen Kalimantan Timur menjaga hutan tropisnya, paru-paru dunia yang menjadi penyerap karbon dan penghasil oksigen. Lewat skema FCPF–CF, Kaltim mendapat insentif yang tak hanya menopang pembangunan berkelanjutan, tapi juga mengangkat martabat masyarakat adat sebagai penjaga hutan sejati.
“Kami ingin ini semua kembali ke masyarakat. Kita jaga hutannya, masyarakatnya pun sejahtera,” pungkas Seno. (Adv/Diskominfokaltim)
Editor: Sukri