Insitekaltim, Samarinda – Setiap tahunnya, kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) menjadi momentum global untuk meningkatkan kesadaran pentingnya penghapusan kekerasan berbasis gender.
Perempuan Mahardhika Samarinda mengambil bagian aktif dalam kampanye ini dengan menggelar Diskusi Publik pada Kamis (5/12/2024) yang menyoroti isu kekerasan dan diskriminasi yang dialami jurnalis perempuan.
Kampanye HAKTP berlangsung setiap 25 November hingga 10 Desember, dimulai dari Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan hingga hari hak asasi manusia. Inisiatif ini bertujuan untuk menyoroti berbagai bentuk kekerasan berbasis gender yang masih dialami perempuan di seluruh dunia, baik di lingkungan domestik, publik, maupun tempat kerja.
Di Indonesia, kekerasan terhadap perempuan terus menjadi isu serius. Berdasarkan data Komnas Perempuan, kasus kekerasan berbasis gender setiap tahunnya menunjukkan tren peningkatan, termasuk dalam konteks dunia kerja. Inilah yang membuat berbagai organisasi, termasuk Perempuan Mahardhika Samarinda, berkomitmen menyuarakan perubahan melalui aksi nyata.
Diskusi Publik tersebut bertema “Jurnalis Perempuan Lawan Kekerasan dan Diskriminasi: Wujudkan Lingkungan Kerja yang Aman Bagi Jurnalis Perempuan Samarinda”. Acara ini berlangsung di Kantor Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kalimantan Timur, Jalan Biola Samarinda.
Diskusi ini menghadirkan narasumber berpengalaman, seperti Ketua Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Kalimantan Timur Tri Wahyuni, jurnalis Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Samarinda Noviyatul Chalimah serta paralegal Perempuan Mahardhika Samarinda Disya Halid.
Dengan dipandu oleh Refinaya J, diskusi ini membahas tantangan yang dihadapi jurnalis perempuan, mulai dari intimidasi, pelecehan, hingga diskriminasi di tempat kerja.
“Diskriminasi berbasis gender masih menjadi salah satu hambatan bagi jurnalis perempuan. Perlu ada kesadaran kolektif untuk menciptakan ruang kerja yang lebih aman dan setara,” ujar Tri Wahyuni.
Dalam diskusi, pandangan juga disampaikan oleh Ketua PWI Kaltim Abdurahman Amin yang menyoroti bagaimana dunia kerja menghadirkan tantangan besar, terutama bagi perempuan.
“Kerentanan di dunia kerja ada pada setiap profesi, tetapi untuk jurnalis perempuan, tantangannya berlipat ganda. Namun, mereka juga memiliki keistimewaan, terutama dalam mengangkat isu-isu human interest dengan pendekatan yang mengedepankan perasaan,” katanya.
Pria yang akrab dipanggil Rahman itu menambahkan bahwa jurnalis perempuan memiliki kelebihan dalam menghasilkan tulisan yang sarat dengan nilai emosional. Hal ini memberikan dampak yang lebih kuat dalam menyuarakan isu-isu sosial.
Diskusi ini menekankan pentingnya membangun solidaritas di antara jurnalis perempuan untuk melawan kekerasan dan diskriminasi. Perempuan Mahardhika Samarinda menyerukan aksi kolektif sebagai langkah strategis untuk memperkuat perlindungan terhadap jurnalis perempuan di Samarinda.
“Kami berharap kegiatan ini dapat membuka kesadaran lebih luas mengenai isu kekerasan berbasis gender, terutama di lingkungan kerja. Dengan solidaritas, kita bisa menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi semua,” ungkap Refinaya J.