Reporter: Nuril – Editor: Redaksi
Insitekaltim, Jakarta – Ketua Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Ilham Bintang memberikan opini jika pemerintah melonggarkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Darurat karena iba, maka semakin membawa negara Indonesia menjadi beyond help.
Hal itu diutarakan dalam tulisan rilisnya yang diterima oleh tim redaksi media ini pada Rabu (14/7/2021)
Penetapan PPKM Darurat yang diberlakukan di Jawa – Bali, 3-20 Juli masih mengandung banyak kelemahan. Pasalnya, perekonomian di Indonesia secara nasional lebih banyak digerakkan oleh sektor informal.
Dimana pelaku sektor ini banyak yang melakukan kegiatan sehari-hari hanya untuk merebut hidupnya untuk hari itu saja. Lalu pelaku ini juga bekerja tanpa kantor, lebih banyak bergerak di jalanan.
“Miris mengikuti laporan pers yang memperlihatkan, selama PPKM Darurat sektor inilah yang sering secara frontal berhadapan dengan aparat keamanan di berbagai kota,” katanya dalam tulisan rilisnya.
Seperti yang telah tersebar, penampakan beberapa video di lokasi kejadian, pedagang kaki lima itulah yang paling menderita. Lapak dan gardu atau kios mereka diobrak-abrik petugas tanpa ampun.
Sehari-hari golongan pekerja sektor informal ini juga yang mendominasi antrean dan kerumunan di berbagai ruas jalan masuk kota-kota besar. Petugas mencegat mereka yang kebanyakan tidak bisa menunjukkan surat keterangan kerja dari kantor.
“Definisi pekerja informal menurut Badan Pusat Statistik (BPS) meliputi: berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak tetap atau buruh tidak dibayar, pekerja bebas di pertanian, pekerja bebas di non pertanian, dan pekerja keluarga atau tak dibayar,” lanjutnya mengingatkan.
Kata salah satu Deklarator Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) itu, BPS mencatat tahun 2020 jumlah golongan pekerja informal itu mencapai 74,04 (56,50 persen) dari jumlah angkatan kerja sebanyak 137,91 juta.
Sehingga wajar saja pemerintah memberikan perhatian dengan membiayai kebutuhan pokok masyarakat golongan pekerja sektor informal itu selama masa PPKM Darurat.
Sesuai dengan amanah Pasal 55 ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan yang berbunyi “Selama masa karantina wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab pemerintah pusat”.
“Dalam banyak aturan yang diterbitkan pemerintah dalam rangka penanganan pandemi, hampir kita tidak temukan UU Nomor 6 tahun 2018 menjadi dasar pertimbangan. Padahal, itulah UU terbaru mengenai kekarantinaan yang ditandatangani Presiden Jokowi,” ungkapnya.
Bahkan yang dikutip dari CNN Indonesia pada 18 Desember, justru Ketua BNPB/Satgas Covid-19, Jenderal Doni Monardo pernah mengusulkan revisi Pasal 55 UU tersebut dengan alasan sulit diaplikasikan.
Padahal, lanjutnya, pemerintah mau pakai nama atau merek apapun untuk pengendalian pandemi, PSBB, PPKM Mikro, PPKM Pengentalan dan yang terbaru PPKM Darurat, tetap saja substansinya pada pembatasan kegiatan masyarakat.
Hal itu memang menjadi hak pemerintah sesuai pasal 14 Ayat 1 yang berbunyi “Dalam keadaan kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia, pemerintah pusat dapat menetapkan karantina wilayah di pintu masuk”.
Oleh sebab itu, menjadi kewajiban pemerintah pula untuk mengaplikasikan Pasal 1 Ayat 1 UU Nomor 6 tahun 2018.
Apalagi, Presiden Jokowi sendiri merasa iba terhadap kesulitan masyarakat untuk mencari nafkah di masa PPKM Darurat, seperti dikutip dari Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, Selasa 13 Juli. Kebetulan yang mengomandoi PPKM Darurat Jawa-Bali adalah Luhut Binsar Panjaitan juga.
“Ayo! Tunggu apalagi. Jangan dibalik lagi. Lantaran Presiden iba pada kehidupan rakyat kecil, lalu buru-buru melonggarkan lagi PPKM yang sudah ketat. Itu jelas akan semakin membawa Indonesia menjadi negara “beyond help” dalam penanganan Covid-19. Yang dalam terjemahan orang Betawi : Kagak ketulungan!,” tutup Ilham dalam rilisnya.

