Insitekaltim,Jakarta – Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (RPOJK) tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) tengah menjadi topik hangat di kalangan pelaku industri keuangan dan bisnis di Indonesia.
Dalam upaya untuk menyelaraskan peraturan yang ada dengan perkembangan teknologi finansial, OJK, melalui Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya Agusman mengumumkan bahwa penyusunan RPOJK ini sedang dalam proses penyelarasan.
Salah satu perubahan signifikan dalam RPOJK LPBBTI yang baru adalah rencana peningkatan batas maksimum pendanaan produktif dari Rp2 miliar menjadi Rp10 miliar.
Langkah ini diharapkan dapat membuka peluang yang lebih luas bagi pelaku usaha untuk mendapatkan pendanaan signifikan melalui platform teknologi finansial yang dikenal dengan istilah Fintech.
Peningkatan batas maksimum pendanaan ini dipandang sebagai langkah strategis untuk memperluas akses UMKM terhadap sumber pendanaan.
Ketua KSP Al Fattah Indonesia Internasional Bong Maya Fransisca mengungkapkan apresiasinya terhadap rencana OJK tersebut. Menurutnya, kebijakan ini akan memberikan banyak pelaku usaha kesempatan untuk berkembang lebih pesat.
“Dengan peningkatan batas maksimum pendanaan produktif, banyak pelaku usaha, termasuk UMKM yang menjadi anggota koperasi kami akan memiliki akses lebih luas untuk mendapatkan pendanaan. Ini akan mempercepat pertumbuhan usaha mereka dan berkontribusi pada peningkatan ekonomi nasional,” ujar Bong Maya Fransisca.
Selain itu, dia menambahkan bahwa kebijakan ini akan memungkinkan KSP Al Fattah lebih fleksibel dalam menyalurkan dana kepada anggotanya, yang sebagian dana tersebut juga berasal dari platform teknologi finansial (Fintech).
Namun, di balik potensi manfaat tersebut, Bong Maya Fransisca juga mengingatkan adanya risiko yang perlu diantisipasi. Peningkatan batas pendanaan dapat berarti peningkatan risiko bagi pemberi pinjaman maupun lembaga keuangan itu sendiri.
“Kami harus memastikan bahwa prosedur due diligence dan manajemen risiko kami diperketat untuk mengantisipasi kemungkinan kredit macet,” utaranya.
Selain risiko kredit macet, persaingan di sektor keuangan juga diprediksi akan semakin ketat dengan masuknya lebih banyak pemain baru.
“Dengan batas pendanaan yang lebih tinggi, lebih banyak pemain baru akan masuk ke pasar, dan ini bisa menekan margin keuntungan. Kami harus siap beradaptasi dengan perubahan ini dan terus meningkatkan layanan kepada anggota kami,” jelas Maya.
Guna mengatasi potensi risiko tersebut, KSP Al Fattah telah merencanakan beberapa langkah strategis. Koperasi ini akan meningkatkan kapasitas tim analisis kredit dan memperkuat sistem manajemen risiko. Tak hanya itu, investasi dalam teknologi juga akan dilakukan untuk mendukung proses penyaluran dana yang lebih efisien dan aman.
Dengan adanya RPOJK LPBBTI yang baru, KSP Al Fattah Indonesia Internasional berharap dapat terus berperan aktif dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional melalui pemberdayaan anggotanya dan penguatan sektor UMKM di Indonesia.
“Kami juga akan meningkatkan program edukasi keuangan bagi anggota kami, sehingga mereka lebih siap dan bijaksana dalam memanfaatkan pendanaan yang tersedia,” tandasnya.