Insitekaltim, Samarinda – Bagi masyarakat yang memiliki akun media sosial, tiap kali ujung jari mendorong layar ponsel pintarnya, algoritma akan memberikan beberapa rekomendasi terkait peristiwa paling populer belakangan ini. Salah satunya peristiwa momen Tahun Baru 2025.
Banyak warga dunia maya yang mengunggah peristiwa itu sebagai tanda berlalunya tahun 2024 dan tanda memulai tahun berikutnya. Ramai bermunculan foto maupun video yang menunjukkan kemeriahan di malam itu.
Berkumpul bersama keluarga dan teman, makanan khas seperti sate ayam, jagung bakar atau rebus, kacang rebus, suara terompet yang ditiupkan amat bersemangat oleh anak-anak, dan tak ketinggalan riuhnya ledakan kembang api tepat di pergantian tahun.
Namun, ada yang berbeda dari salah satu postingan Instagram warta net bernama @kajiansyaikh. Video singkat berdurasi 1 menit 28 detik itu menunjukan saat-saat pergantian tahun di Kota Madinah, Arab Saudi.
Dibagikannya cuplikan singkat betapa berbedanya Kota Madinah dalam peringatan tahun baru. Berbeda dengan kemeriahan di beberapa negara dan daerah, Madinah seperti menunjukkan tidak ada yang spesial dari tahun baru yang jatuh pada 1 Januari.
Jalan raya dengan sorot lampu berwarna jingga, hanya diisi oleh pengendara dan pejalan kaki. Tak nampak sedikitpun perayaan. Madinah Al-Munawwarah atau yang disebut Kota Bercahaya ini ‘steril’ dari kemeriahan pergantian tahun.
Video yang disukai hingga 47,7 ribu warga net ini bahkan sudah dibagikan sebanyak 5 ribu kali dan mendapat 687 komentar. Suasana hening, damai dan tentram terpancar dari awal hingga akhir yang menunjukkan tidak terjadi peristiwa apapun.
Madinah yang merupakan kota hijrahnya Nabi Muhammad SAW, digambarkan tentang Islam dan seorang Muslim bersikap. Lalu, bagaimanakah sesungguhnya Islam memandang perayaan pergantian tahun baru?
Ustadz Khalid Basalamah, dalam kajiannya yang disampaikan melalui akun YouTube Darul Lisan Al Araby menyampaikan bahwa tidak ada dalam Islam perayaan Malam Tahun Baru Masehi. Sebab, perayaan Malam Tahun Baru Islam saja juga tidak ada.
Disebutnya tidak ada satupun riwayat maupun hadits yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW merayakan malam tahun baru. Ia menyampaikan kebingungannya malam pergantian tahun Masehi ada acara, seperti pesta dan dzikir akbar di akhir tahun. Dzikir ini baik, namun dapat mengundang salah persepsi terkait acara malam tahun baru.
“Dzikir akhir tahun itu katanya agar mengalihkan muslim agar tidak ikut-ikutan (berpesta) tapi bahayanya itu akan menjadi rutinitas setiap tahun,” ujarnya.
Menurutnya, kebingungan ini tidak akan menjadi PR umat Islam setiap tahun apabila sesama umat memberikan nasihat, menyampaikan keluhan ke Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kemudian, MUI mengeluarkan fatwa larangan perayaan semacam itu yang tidak disyariatkan oleh Rasulullah SAW.
“Kalau dibiarkan, tiap tahun jadi masalah. Yang merayakan sudah pasti yang belum tahu. Tapi kalau membuat acara di tahun baru bagi Islam, nanti muncul masalah baru,” tegasnya.
Selaras, penceramah kondang Ustadz Abdul Somad melalui akun YouTube Muslimah, dengan gaya bicara khas Sulawesi itu, ia mengingatkan bahwa pesta tahun baru yang ada mengadaptasi budaya di luar Islam. Tiupan terompet yang kerap ditiup saat tahun baru dan kembang api adalah tradisi yang tidak ada diajarkan oleh Rasulullah SAW.
“Terompet adalah tradisi Yahudi saat tahun baru. Ditiup terompet dari tanduk kerbau. Tanggal 31 Desember tidur saja,” sebutnya.
Ulama Buya Yahya juga mengungkapkan bukan soal bulan atau hari yang dipermasalahkan oleh Islam dalam tahun baru, melainkan apa yang terjadi di malam itu.
“Berhura-hura, berfoya-foya, dan banyak yang menjalankan ini bangga dengan kemaksiatan di dalamnya. Jadi yang dihentikan itu kebiasaan jeleknya,” katanya dalam kajian yang dibagikan melalui akun YouTube Al-Bahjah TV.
Turut menyinggung soal budaya di luar anjuran Islam, seperti tiupan terompet dan kembang api, dirinya mempertanyakan hal yang sama. Mengapa Muslim mengadaptasi budaya itu dalam perayaan tahun baru Masehi yang tidak ada anjurannya.
“Ada sekelompok dari kalian yang akan mengikuti kebiasaan di luar Islam, sejengkal demi sejengkal, sampai mengikuti ke lubang biawak,” tutur Buya menggambarkan bahayanya memakai kebiasaan yang tidak diajarkan dalam Al-Quran dan Rasulullah SAW.
Apa yang tercermin oleh Kota Madinah tadi adalah hikmah dari sesungguhnya Islam memandang perayaan tahun baru. Kota Madinah mengingatkan kembali bagi umat Islam untuk bermuhasabah, apakah peristiwa itu berasal dari Al-Quran dan tuntunan Rasulullah atau berasal dari kebiasaan agama lainnya.
Sekalipun Islam memiliki Tahun Baru Hijriah, tidak ada perayaan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW untuk dilakukan. Memperbanyak doa dan mendekatkan diri kepada Allah SWT adalah langkah terbaik dalam menyikapi sesuatu, termasuk perayaan tahun baru.