Insitekaltim, Samarinda – Wakil Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Seno Aji menegaskan kesiapsiagaan menghadapi potensi bencana hidrometeorologi terus diperkuat melalui latihan simulasi dan koordinasi lintas sektor.

Hal itu sampaikan seusai mengikuti Apel Siaga dan Simulasi Penanggulangan Bencana Hidrometeorologi Tahun 2025 di kawasan Folder Air Hitam, Samarinda pada Kamis, 11 Desember 2025.
Ia mengatakan simulasi bencana merupakan langkah penting, untuk memastikan setiap unsur mengetahui tugas dan fungsi masing-masing ketika bencana terjadi. Tanpa latihan, kata dia, penanganan di lapangan sering tidak teratur karena koordinasi belum berjalan optimal.
“Simulasi ini sangat penting karena ketika bencana terjadi, kita sering bingung siapa harus melakukan apa. Dengan adanya simulasi, BPBD menjadi tulang punggung dari seluruh posko penanganan. Setelah itu barulah pendistribusian tugas kepada TNI, Polri, Basarnas, dan lainnya,” ujar Seno Aji.
Ia menyebut pola koordinasi tersebut telah disosialisasikan dan dipahami seluruh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) kabupaten/kota. Seno berharap tidak ada bencana besar terjadi di Kaltim, namun apabila terjadi, seluruh unsur telah berada dalam kondisi siap.
Terkait kesiapan peralatan, Seno menyampaikan bahwa sarana pendukung penanganan bencana di Kaltim dinilai cukup memadai.
“Kesiapan unit dan peralatan sudah siap. Kita memiliki ekskavator, jet pump, perahu, boat, dan lainnya. Saya rasa sudah mencukupi,” jelasnya.
Seno juga memaparkan perkembangan banjir di Berau dan Kutai Timur. Ia menyebut koordinasi telah berjalan intens dalam empat hari terakhir, terutama di wilayah Telen, Wahau, Segah, dan Kelai.
“Semua sudah tertangani. Di Wahau sudah surut. Korban kurang lebih 451 jiwa telah diamankan dan kembali ke rumah masing-masing. Tidak ada korban jiwa,” tegasnya.
Selain itu, BPBD Kaltim juga akan mengirimkan tim relawan untuk membantu penanganan bencana di Aceh.
“Besok tujuh orang relawan berangkat untuk membangun dapur umum dan mendistribusikan bantuan. Mereka menuju Medan terlebih dahulu, kemudian ke Aceh Tamiang,” ujarnya.
Menanggapi dugaan bahwa banjir di Berau dan Kutai Timur dipicu aktivitas pertambangan, Seno menyampaikan bahwa berdasarkan keterangan warga, banjir tersebut merupakan fenomena tahunan yang sudah terjadi sejak puluhan tahun lalu.
“Orang-orang tua di sana mengatakan ini banjir tahunan yang sudah terjadi 20–30 tahun. Artinya tidak ada relasinya langsung dengan pertambangan. Tetapi bagaimanapun, perusahaan tambang harus tetap bertanggung jawab terhadap kondisi lingkungan di sana,” pungkasnya.

