Insitekaltim, Kutai Kartanegara – Perjuangan untuk mengatasi persoalan banjir di Kalimantan Timur terus dilakukan oleh Gubernur Dr H Rudy Mas’ud. Setelah menyampaikan kondisi jalan rusak ke Menteri Pekerjaan Umum, kini giliran penanganan banjir yang menjadi sorotan utama. Dalam kunjungan kerja Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq ke Desa Pela, Kecamatan Kota Bangun, Kabupaten Kutai Kartanegara, Rudy secara langsung menyampaikan permohonan dukungan kepada pemerintah pusat.
“Beberapa daerah di Kaltim rawan banjir, Pak Menteri. Banjir di hulu bisa dengan cepat menenggelamkan desa-desa pesisir Sungai Mahakam, mulai dari Kutai Barat, Kutai Kartanegara, sampai Mahakam Ulu,” ujar Rudy saat mendampingi Menteri LH Hanif Faisol pada Kamis, 3 Juli 2025.
Ia menyebut banjir menjadi momok tahunan bagi masyarakat, termasuk di ibu kota provinsi Samarinda. Setiap hujan deras turun, air dengan cepat menggenangi jalan-jalan utama hingga permukiman warga.
“Hampir 20 tahun Sungai Mahakam tidak pernah dinormalisasi,” tegasnya.
Menurut Rudy, tingginya muka air atau still water level (SWL) di Sungai Mahakam kini hanya sekitar 4 meter. Jika kapasitas air tidak ditangani secara memadai, maka ancaman bencana besar akan datang sewaktu-waktu. Ia memperkirakan, sekitar 10 juta meter kubik air bisa memicu banjir besar jika tidak tertampung atau dialirkan secara efisien.
“Mohon kami bisa difasilitasi, Pak Menteri. Dengan kapasitas yang dimiliki, saya yakin Pak Menteri bisa memfasilitasi,” ujarnya dengan penuh harap.
Keluhan dan permohonan senada juga disampaikan oleh masyarakat Desa Pela. Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Pela, Alimin, menyampaikan bahwa Danau Semayang yang berada dekat desa mereka memiliki kapasitas menampung air banjir dari hulu hingga 10 miliar meter kubik. Namun jika danau itu meluap dan airnya mengalir balik ke Sungai Mahakam, maka banjir bisa menenggelamkan wilayah Kota Bangun, Muara Kaman, Sebulu, Tenggarong, hingga kawasan kantor pemerintahan di Samarinda.
“Kalau air dari Danau Semayang kembali ke Sungai Mahakam, maka bukan hanya desa kami yang tenggelam, bahkan kantor gubernur pun bisa hilang,” kata Alimin.
Oleh karena itu, masyarakat Desa Pela sangat berharap perhatian dan bantuan dari pemerintah provinsi maupun pusat untuk menjaga kawasan danau yang berperan penting dalam menahan air banjir. Tiga danau besar di kawasan tersebut—Danau Semayang (13.000 hektare), Danau Jempang (15.000 hektare), dan Danau Melintang (11.000 hektare)—memiliki fungsi ekologis dan hidrologis yang sangat vital.
“Komitmen kami warga Desa Pela adalah menjaga danau serta Pesut Mahakam. Kalau danau ini rusak, pesut juga akan punah,” tegas Alimin.
Selain itu, Desa Pela juga terus menunjukkan inisiatif dalam perlindungan lingkungan. Salah satunya adalah keberadaan Peraturan Desa (Perdes) tentang Illegal Fishing yang bertujuan untuk menghentikan praktik penangkapan ikan yang merusak habitat air. Atas upaya pelestarian lingkungan ini, Desa Pela dan Alimin baru saja meraih penghargaan Kalpataru 2024 sebagai Penyelamat Lingkungan.
Desa Pela sendiri dikenal sebagai salah satu desa konservasi unggulan yang kerap mendapat perhatian dari berbagai pihak, baik nasional maupun internasional.
Dalam kunjungan tersebut, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, bersama Gubernur dan Bupati Kutai Kartanegara Aulia Rahman Basri, turut meninjau langsung alur Sungai Pela dan muara Danau Semayang. Kunjungan ini menjadi momentum penting untuk memperlihatkan langsung kondisi lapangan terkait ekosistem Pesut Mahakam.
Menteri Hanif menyatakan bahwa kementeriannya akan menindaklanjuti berbagai masukan yang diterima, termasuk soal normalisasi sungai dan perlindungan kawasan danau. Ia juga mengapresiasi komitmen masyarakat Pela dalam menjaga lingkungan hidup.
Langkah-langkah kolaboratif antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat diharapkan menjadi solusi nyata bagi persoalan banjir yang tak kunjung usai di Kalimantan Timur. (Adv/Diskominfokaltim)
Editor: Sukri