INSITEKALTIM JAKARTA – Gubernur Kaltim Dr H Awang Faroek Ishak hadiri tahapan penilaian penghargaan Nirwasita Tantra Award 2018 yang dilaksanakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Gedung Rimbawan II Wanabakti KLHK Jakarta, Selasa (28/8/2018).
Enam provinsi di Indonesia masuk dalam penilaian penghargaan tingkat provinsi, yakni Kaltim, Sumatera Barat, Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Bali dan Kalimantan Timur.
Ketika paparan, Gubernur Awang Faroek didampingi Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kaltim Nursigit, Kepala Dinas Kehutanan Kaltim Amrullah, Kadis Perkebunan Ujang Rachmat dan Kadis PUPR M Taufik Fauzi.
Dalam kesempatan tersebut Gubernur mengupas tuntas makalah yang disampaikan kepada para panelis tentang bagaimana pengelolaan lingkungan hidup selama 10 tahun Awang Faroek memimpin.
Diawali dengan usaha penanggulangan perubahan iklim meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan evaluasi, termasuk pengelolaan kawasan Karzt Sangkulirang Mangkalihat serta moratorium izin pertambangan, perkebunan dan kehutanan, serta kebijakan mengatasi ancaman terhadap Kawasan Delta Mahakam.
Gubernur Awang Faroek menegaskan Kaltim juga salah satu negara bagian atau provinsi pencetus Governors’ Climate and Forest Task Force (GCF) yang serius menata hutan dan lahan untuk mengurangi emisi carbon (gas rumah kaca).
Selain itu, sebagai perhatian Pemprov terhadap lingkungan hidup, Kaltim juga laksanakan Kesepakatan Pembangunan Hijau Kaltim atau Green Growth Compact (GGC) yang diluncurkan sejak 2016. Program ini dilaksanakan di seluruh Kaltim.
“Karena itu, Kaltim merupakan provinsi yang sangat komitmen memperhatikan pengelolaan pelestarian lingkungan hidup,” tegas Awang.
Bahkan sekarang sudah 35 negara bagian di seluruh dunia yang menjadi anggota GCF.
Gubernur Awang Faroek Ishak di hadapan panelis penilai Penghargaan Nirwasita Tantra Award 2018 menyebutkan ada sejumlah inisiatif yang dibangun melalui program tersebut, mulai penurunan emisi melalui skema Forest Carbon Partnership Facility (FCPF), pencapaian target perhutanan sosial di Kaltim seluas 660.782 hektare dan penguatan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH).
Berikutnya pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) untuk koridor orangutan di Bentang Alam Wehea-Kelay, pengembangan kemitraan Delta Mahakam, Program Karbon Hutan Berau (PKHB), pengembangan perkebunan berkelanjutan, kampung Iklim dan pengendalian kebakaran lahan dan kebun.
Bukan hanya itu, respon Kaltim terhadap dampak pertambangan juga sangat tegas. Di mana, Pemprov telah menerbitkan Perda Tata Ruang Provinsi Kaltim tahun 2016-2036 yang telah menetapkan luas kawasan pertambangan kurang lebih 5.227.136 hektar dan membatasi kegiatan pertambangan.
Bahkan, sebagai tindakan tegas pemprov jumlah IUP yang berpotensi dicabut sebanyak 826 IUP atau 58,83 persen dari 1.404 IUP dengan total luas lahan kurang lebih 2.488.052,12 hektar yang akan dicabut.
“Sebagai bentuk ketegasan dan dasar menata perizinan itu, kami telah menerbitkan Pergub 17/2015 tentang penataan pemberian izin dan non perizinan serta penyempurnaan tata kelola perizinan di sektor pertambangan, kehutanan dan perkebunan kelapa sawit di Kaltim. Jadi, jangan ragukan komitmen kami dalam pengelolaan lingkungan hidup,” tegas Awang.
Ketua Tim Panelis Prof Hariadi K mengapresiasi apa yang dilakukan Pemprov Kaltim selama kepemimpinan Gubernur Awang Faroek Ishak. Contohnya mencabut izin 826 IUP itu adalah tindakan tegas yang patut dicontoh kepala daerah lain.
“Semoga apa yang dilakukan gubernur sekarang bisa dilanjutkan pemimpin penerusnya,” jelasnya.
Panelis yang menguji Gubernur Awang Faroek dari kalangan Akademisi, Pemerhati Lingkungan serta Jurnalis Senior di Indonesia Prof Hariadi K, Prof Liliek BP, Soeryo AB, Ch Muhammad, Hendri Subagio dan Brigitta Isworo L. (sumber humas prov)