
Insitekaltim, Samarinda – Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menyampaikan pandangan kritisnya terhadap Nota Penjelasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Kaltim tahun 2025–2029.
Pandangan itu disampaikan Rapat Paripurna ke-16 yang dilaksanakan di Gedung B DPRD Kaltim, pada Senin, 2 Juni 2025.
Hartono Basuki, selaku juru bicara Fraksi PDI Perjuangan, menekankan bahwa dokumen RPJMD sebagai panduan pembangunan daerah tidak cukup hanya menampilkan visi-misi kepala daerah dalam bentuk program kerja.
Ia menggarisbawahi pentingnya penguatan indikator strategis untuk memastikan kualitas pembangunan yang tidak semata berorientasi pada angka-angka pertumbuhan, melainkan juga pada keberlanjutan dan keseimbangan sosial antarwilayah di Kalimantan Timur.
Fraksi PDI Perjuangan mengusulkan agar dimensi ketimpangan pembangunan antarwilayah, indeks risiko bencana, kesetaraan gender, indeks kesalahan sosial, hingga indeks kebahagiaan dimasukkan secara eksplisit dalam RPJMD.
Menurut Hartono, keberadaan indikator-indikator ini menjadi penting dalam mengukur sejauh mana pembangunan mampu menyentuh sisi kemanusiaan dan menjangkau keadilan sosial di seluruh lapisan masyarakat.
Lebih jauh, Fraksi PDI Perjuangan memberikan catatan terhadap aspek metodologis dalam penyusunan RPJMD, khususnya pada analisis kondisi makroekonomi daerah. Mereka menilai bahwa indikator seperti pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, pengangguran terbuka, dan neraca perdagangan daerah mesti disusun dengan presisi agar menjadi landasan kebijakan yang tidak hanya normatif, tetapi juga operasional dan terukur.
“Analisis makroekonomi tidak boleh hanya menjadi formalitas. Ia harus mampu menjadi dasar yang konkret dalam penentuan arah pembangunan,” kata Hartono di hadapan forum paripurna.
Ia juga mendorong agar RPJMD mengarahkan prioritasnya pada penciptaan lapangan kerja baru, terutama di sektor industri dan pariwisata yang dinilai memiliki potensi besar dalam menyerap tenaga kerja lokal.
Selain memberi sorotan terhadap perumusan kebijakan strategis, Fraksi PDI Perjuangan juga memberikan apresiasi terhadap langkah konkret Pemerintah Provinsi dalam penghapusan denda pajak kendaraan bermotor.
Namun demikian, mereka mengingatkan agar kebijakan tersebut turut dibarengi dengan kemudahan dalam proses administrasi, seperti penghapusan kewajiban membawa identitas asli pemilik kendaraan. Usulan tersebut disampaikan dalam kerangka pemanfaatan integrasi data kependudukan, yang kini telah menjadi kebijakan nasional dalam sistem layanan publik.
Pada sektor pendidikan, Fraksi PDI Perjuangan menyatakan dukungan terhadap program Gratis Pol dan Just Pol. Namun, mereka menekankan bahwa efektivitas program tersebut harus ditopang oleh sinergi antara kebijakan dan anggaran yang merata, serta peningkatan kualitas layanan pendidikan di seluruh kabupaten dan kota. Tanpa hal itu, menurut mereka, program pendidikan gratis hanya akan menjadi jargon politik tanpa substansi yang berdampak langsung pada rakyat.
Fraksi PDI Perjuangan juga meminta penjelasan lebih rinci terkait implementasi program nasional berupa layanan berobat gratis dan makan bergizi gratis (MBG), terutama mengenai kemungkinan tumpang tindih dengan skema layanan BPJS dan program serupa di tingkat kabupaten/kota.
Mereka menilai bahwa sinkronisasi lintas sektor dan tingkat pemerintahan menjadi syarat mutlak agar pelaksanaan program berjalan efektif dan tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat.
Terkait dengan infrastruktur digital, Fraksi PDI Perjuangan menilai program penyediaan wifi gratis di desa sebagai langkah positif dalam memperkecil kesenjangan akses informasi.
Namun, mereka mengingatkan bahwa kualitas dan jangkauan jaringan internet di beberapa wilayah pedalaman Kalimantan Timur masih jauh dari memadai. Oleh sebab itu, pembangunan infrastruktur teknologi informasi dinilai harus menjadi bagian integral dari strategi pembangunan daerah.
Dalam konteks pelaksanaan program Jospol, Fraksi PDI Perjuangan mengingatkan bahwa keberhasilan program ini sangat bergantung pada kolaborasi yang solid antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta.
Untuk untuk itu, PDI Perjuangan mendorong pendekatan pembangunan yang holistik, berkelanjutan, dan terbuka terhadap evaluasi kebijakan secara berkala, agar tidak kehilangan relevansi di tengah dinamika sosial dan ekonomi yang cepat berubah.
Sebagai penutup, Fraksi PDI Perjuangan mengusulkan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) DPRD untuk pembahasan lebih lanjut terhadap Ranperda RPJMD 2025–2029.
Menurut mereka, langkah ini diperlukan agar semua aspek teknis dan strategis dapat dikaji secara mendalam, serta menjadi fondasi kuat bagi pembangunan Kalimantan Timur ke depan.
“Pansus akan menjadi ruang kerja yang memungkinkan adanya pembahasan lintas sektor yang lebih komprehensif. Kami ingin pembangunan lima tahun ke depan tidak sekadar berjalan, tetapi benar-benar menjawab kebutuhan rakyat Kalimantan Timur,” tutup Hartono. (Adv)