
Insitekaltim, Samarinda – Ketua Komisi II DPRD Provinsi Kalimantan Timur Sabaruddin Panrecalle menyampaikan kritiknya terhadap pengelolaan dua aset strategis yang dinilai belum memberi kontribusi maksimal bagi daerah. Hotel Atlet dan lahan yang saat ini digunakan oleh Mal Lembuswana.
Pernyataan tersebut disampaikannya dalam forum monitoring lintas instansi yang melibatkan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora), Biro Umum, serta Biro Hukum Sekretariat Daerah Kaltim pada Rabu, 28 Mei 2025.
Sabaruddin menilai bahwa Hotel Atlet, yang telah menelan biaya besar dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), belum kunjung memberikan manfaat konkret. Padahal, hotel tersebut sudah hampir memenuhi syarat kelayakan sebagai tempat inap, dengan kapasitas mencapai 273 kamar.
“Telah banyak kita gelontorkan anggaran dan dinyatakan sudah hampir layak dikategorikan siap huni, cuma sampai sekarang kami masih menunggu aspek regulasi yang dikeluarkan oleh BPKAD, Biro Hukum, maupun Dispora,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa salah satu hambatan utama dalam pengoperasian hotel itu terletak pada standar kelayakan beberapa unit kamar yang belum memenuhi klasifikasi perhotelan. Akibatnya, hotel tersebut belum bisa difungsikan secara optimal dan masih terbengkalai hingga kini.
Tak hanya soal teknis bangunan, masalah regulasi pun turut memperlambat proses pemanfaatan aset tersebut. Biro Hukum, Dispora, dan BPKAD dinilai belum memberi kejelasan hukum yang diperlukan agar aset dapat dikelola secara produktif.
Dalam kesempatan itu, Sabaruddin mengusulkan solusi konkret. Mengingat tingginya kebutuhan biaya untuk perawatan dan penyempurnaan fasilitas hotel, ia merekomendasikan agar pengelolaan Hotel Atlet diserahkan kepada investor swasta.
“Kami rekomendasikan agar hotel ini dikelola oleh pihak ketiga. Silakan saja jika ada investor untuk berinvestasi. Siapa yang tertarik silakan dikelola,” tuturnya.
Ia menambahkan bahwa langkah ini bukan semata untuk melepas tanggung jawab pemerintah daerah, melainkan sebagai strategi rasional agar aset tidak terus membebani APBD tanpa memberikan pemasukan yang sepadan.
Tak hanya Hotel Atlet, sorotan juga diarahkan pada pemanfaatan lahan milik Pemprov yang kini digunakan oleh Mal Lembuswana. Namun, dalam pertemuan tersebut, fokus pembahasan lebih condong pada persoalan Hotel Atlet yang dianggap lebih mendesak.
Ketidakteraturan dalam pengelolaan aset daerah memang menjadi persoalan klasik di banyak daerah, dan Kalimantan Timur tampaknya tidak luput dari masalah serupa.
DPRD Kaltim menegaskan pentingnya sinergi antarlembaga untuk mempercepat proses pengambilan keputusan, terutama dalam hal aset yang memiliki potensi ekonomi besar.
Dalam konteks ini, pernyataan Sabaruddin mencerminkan kekhawatiran lembaga legislatif terhadap kinerja pemerintah daerah yang belum optimal dalam mengelola aset strategis.
Anggota Fraksi Gerindra itu berharap agar seluruh perangkat daerah dapat segera menuntaskan kajian hukum dan teknis, sehingga Hotel Atlet dapat segera dioperasikan atau dipindahtangankan dengan skema yang menguntungkan daerah.