
Insitekaltim, Samarinda — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur terus mendorong perbaikan tata kelola dan penyelesaian persoalan keuangan pada sejumlah badan usaha milik daerah (BUMD), termasuk pengelolaan Pelabuhan Kariangau yang dinilai belum optimal. Hal ini disampaikan Anggota Komisi IV DPRD Kaltim Firnadi Ikhsan usai Rapat Paripurna ke-21 di Gedung DPRD Kaltim, Selasa 1 Juli 2025.
Firnadi menyoroti pengelolaan Pelabuhan Kariangau yang dikelola oleh PT MBS dan PT Pelindo IV. Menurutnya, hingga kini pengelolaan pelabuhan tersebut belum menunjukkan kejelasan yang memadai.
“Manajemen Pelabuhan Kariangau antara PT MBS dan Pelindo masih belum jelas. Ketika kita kunjungan ke sana, ada banyak hal yang harus dituntaskan, terutama menyangkut rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait pencatatan aset dan besaran modal yang disertakan,” tegas Firnadi.
Persoalan lain yang turut menjadi perhatian adalah piutang sebesar Rp76 miliar yang belum diterima Pemprov Kaltim dari PT EMP. Firnadi menegaskan bahwa DPRD mendorong penyelesaian segera atas kewajiban tersebut agar tidak menjadi beban berkepanjangan bagi keuangan daerah.
“Memang ada tunggakan dari PT EMP sebesar Rp76 miliar yang belum masuk ke anggaran provinsi. Kami dari DPRD mendorong agar hal itu segera diselesaikan sesuai mekanisme dan perjanjian yang ada,” katanya.
Dalam rapat terakhir, Firnadi juga menyebut bahwa pihaknya telah mendengarkan penjelasan dari PT KKT (Kaltim Kariangau Terminal) mengenai sejumlah catatan dari BPK. Ia menyatakan bahwa permasalahan pencatatan aset dan transparansi keuangan menjadi hal yang berulang di banyak perusda di Kaltim, dan perlu diselesaikan secara menyeluruh.
“Persoalan seperti ini hampir terjadi di semua perusda kita. Namun, kami tetap mendorong agar setiap catatan dari BPK bisa segera dibereskan. Perjanjian bisnis memang ada cara dan proses penyelesaiannya, tapi komitmen untuk membenahi harus ada,” ujarnya.
Firnadi menambahkan bahwa permasalahan yang membebani BUMD bukan hanya soal internal, namun juga terkait proses penyerahan aset dari pemerintah daerah yang seringkali tidak tuntas. Hal ini membuat beban kerja perusda semakin berat dan menghambat kinerja mereka di lapangan.
“Kami melihat ini dari dua sisi. Pertama, semua persoalan administratif dan legalitas aset harus dibereskan. Kedua, kinerja bisnis perusda juga harus ditingkatkan agar bisa menangkap peluang yang ada di depan mata,” terang Firnadi.
Ia mengingatkan bahwa potensi ekonomi Kalimantan Timur sangat besar, dan peran strategis BUMD sebagai penggerak ekonomi daerah harus didukung dengan pengelolaan yang profesional dan akuntabel.
“Peluang besar ada di depan, jangan sampai kita terhambat hanya karena belum profesional atau masih terbebani persoalan internal. Harus ada semangat baru untuk membenahi dan mengembangkan BUMD kita,” pungkasnya.