
Insitekaltim,Samarinda – Di tengah arus modernisasi, Desa Budaya Pampang di Samarinda Utara, Kalimantan Timur (Kaltim) tetap teguh menjaga warisan budaya Suku Dayak.
Didirikan pada tahun 1991, desa ini memberikan gambaran kehidupan masa lalu yang kaya akan nilai-nilai tradisional.
Mengunjungi Desa Budaya Pampang seperti melangkah ke dalam sejarah lampau yang hidup. Aroma kayu ulin yang khas menyambut pengunjung, membawa pesan dari masa silam.
Warga desa yang ramah dan mengenakan pakaian adat dengan ukiran penuh makna menyambut setiap tamu, membuat mereka merasa menjadi bagian dari keluarga besar Dayak Kenyah.
Tetua Adat Suku Dayak Kenyah Simson Iman menjelaskan bahwa desa ini dibangun oleh Suku Dayak Apokayan dan Kenyah yang bermigrasi dari Kutai Barat dan Malinau pada tahun 1960-an.
Mereka mencari tempat aman dan damai, serta menolak tawaran masuk ke wilayah Malaysia untuk bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ikon utama desa ini adalah Lamin Adat Pamung Tawai, rumah adat panjang yang menjadi simbol keberagaman dan persatuan.
“Dulunya, rumah ini menampung hingga 80 keluarga,” ujar Simon.
Kini, lamin tersebut menarik wisatawan dengan ukiran khas yang menggambarkan sejarah dan budaya Dayak Kenyah.
Motif ukiran seperti burung enggang, harimau dan naga memiliki makna yang mendalam. Burung enggang melambangkan kepemimpinan dan kedamaian. Harimau menggambarkan penerimaan suara rakyat dan naga mewakili leluhur Suku Dayak Kenyah dari Tiongkok.
Tiang-tiang penyangga rumah adat tersebut melambangkan dukungan masyarakat terhadap pemimpin mereka, menciptakan fondasi kokoh bagi kehidupan bermasyarakat.
Desa Budaya Pampang tidak hanya menawarkan kilas balik sejarah, tetapi juga menjadi destinasi wisata budaya yang menawan.
Wisatawan dapat menikmati keindahan rumah adat, menyaksikan tarian tradisional seperti Hudoq dan Bangen Tawai, serta berfoto dengan warga lokal yang mengenakan anting-anting panjang khas Dayak.
Selain itu, desa ini sering menampilkan tarian selamat datang seperti Tari Kancet Lasan dan Tari Kanjet Anyam Tali yang menggambarkan kehidupan burung enggang dan persahabatan.
Para penari dengan gerakan gemulai diiringi musik tradisional menciptakan harmoni yang memikat hati. Suara gong dan kenong menambah suasana magis, membawa pengunjung larut dalam keindahan budaya yang autentik.
Gerbang desa dengan ukiran khas Dayak Kenyah dan rumah panjang dari kayu ulin menunjukkan nilai kebersamaan yang dijunjung tinggi oleh masyarakat setempat.
Belawing, tugu penanda kawasan dengan motif tempayan, manusia, tumbuhan dan burung enggang, menyambut pengunjung dengan cerita yang dalam.
Setiap sudut Lamin Adat Pamung Tawai mengajak pengunjung untuk memahami filosofi hidup Suku Dayak Kenyah. Pakaian adat suku Dayak Kenyah, dengan motif binatang, tumbuhan dan manusia, mencerminkan status sosial dan nilai-nilai kehidupan.
Motif naga, enggang, harimau dan figur manusia utuh hanya digunakan oleh kalangan bangsawan, sementara motif tumbuhan dipakai oleh rakyat biasa.
Desa Budaya Pampang lebih dari sekadar destinasi wisata. Ini adalah perjalanan melintasi waktu yang mengajarkan tentang kebersamaan, penghormatan terhadap leluhur dan keindahan hidup dalam harmoni dengan alam dan sesama.
“Desa ini didirikan oleh Suku Dayak Apokayan dan Kenyah yang bermigrasi mencari tempat aman dan damai, serta menolak tawaran masuk ke wilayah Malaysia untuk bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tutupnya.