
Insitekaltim, Samarinda – Ketimpangan alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) dianggap menjadi penghambat pembangunan di daerah kaya sumber daya alam seperti Kalimantan Timur. Meski menjadi penyumbang utama Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), provinsi ini belum mendapatkan porsi anggaran yang sepadan dari pemerintah pusat.
“Selama ini Kaltim jadi salah satu penyumbang utama PNBP nasional, tapi alokasi DBH-nya belum adil. Ketimpangan ini harus segera dibenahi,” ujar Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud usai rapat koordinasi di Gedung E DPRD Kaltim, Selasa, 15 Juli 2025.
Ia menilai selama bertahun-tahun daerah penghasil hanya dijadikan lumbung tanpa jaminan keadilan fiskal yang proporsional. Kaltim, dengan kekayaan dari batu bara, kehutanan, dan perkebunan, justru masih mengalami ketertinggalan di berbagai sektor seperti infrastruktur, layanan publik, dan pengentasan kemiskinan.
“Ini bukan semata soal Kaltim. Kita bicara keadilan untuk semua daerah penghasil di Indonesia,” katanya lagi, mengajak provinsi lain dengan kondisi serupa untuk menyatukan suara.
Langkah korektif yang diusulkan bukan sekadar peningkatan nominal DBH, tapi juga pembenahan sistem fiskal secara menyeluruh. Ia mendorong dibentuknya aliansi strategis antardaerah penghasil untuk memperkuat posisi tawar di tingkat nasional. Perjuangan ini, menurutnya, harus didukung diplomasi fiskal yang terstruktur, melibatkan eksekutif, legislatif, pelaku usaha, akademisi, dan masyarakat sipil.
“Jangan tunggu momentum, jangan hanya reaktif. Harus ada forum resmi dan konsisten untuk menyuarakan ketimpangan ini,” tambahnya.
Keterlibatan multipihak dianggap krusial. DPRD tidak bisa bekerja sendiri, begitu juga kepala daerah. Kesadaran publik harus dibangun agar masyarakat tahu bahwa pembangunan yang terhambat bukan karena daerah tak bekerja, tapi karena alokasi fiskal yang tak berpihak.
“Sudah saatnya semua elemen duduk bersama dan menyuarakan kepentingan daerah penghasil. Kalau tidak, ketimpangan ini akan terus berulang,” tuturnya.
DPRD Kaltim menyatakan siap berada di barisan depan untuk menyuarakan agenda reformasi fiskal dalam berbagai forum nasional. Tujuannya satu memastikan bahwa kontribusi besar daerah penghasil dibalas dengan kebijakan anggaran yang adil dan berpihak.

