Insitekaltim,Samarinda – Dalam era kemajuan teknologi informasi yang semakin pesat, masyarakat kini memiliki akses yang luas terhadap berbagai sumber informasi. Hal ini berdampak pada meningkatnya permintaan akan informasi yang akurat, relevan dan cepat.
Menyikapi fenomena ini, pendirian media baru terus bermunculan, termasuk di Kalimantan Timur. Namun, bagaimana sebenarnya tantangan dan peluang yang dihadapi oleh perusahaan pers di era kebebasan berinformasi ini?
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu memberikan pandangannya terkait fenomena maraknya pendirian media di Indonesia. Ia menyatakan bahwa, pada dasarnya, setiap individu memiliki hak untuk mendirikan media dan berpartisipasi dalam dunia jurnalistik.
Ini sejalan dengan prinsip kebebasan berpendapat dan berserikat yang dijunjung tinggi di Indonesia. Namun demikian, Ninik menekankan pentingnya profesionalisme dan kepatuhan terhadap koridor hukum dalam pendirian perusahaan pers.
Menurut Ninik, hanya memenuhi syarat administratif, seperti mendaftarkan badan hukum berbentuk perseroan terbatas (PT), tidak cukup untuk menjadikan sebuah entitas sebagai perusahaan pers yang sesungguhnya.
“Perusahaan pers adalah perusahaan yang profesional, berbadan hukum atau berbentuk badan hukum. Tak hanya itu, perusahaan pers harus sudah melewati proses verifikasi di Dewan Pers,” jelas Ninik Rahayu pada Kamis (18/7/2024).
Verifikasi yang dimaksud oleh Ninik meliputi dua aspek utama. Yakni verifikasi administratif dan verifikasi faktual. Proses ini bertujuan untuk memastikan bahwa perusahaan pers tidak hanya ada secara formal, tetapi juga beroperasi sesuai dengan standar jurnalistik yang tinggi. Verifikasi administratif memastikan kelengkapan dan legalitas dokumen, sementara verifikasi faktual mengevaluasi apakah perusahaan tersebut benar-benar menjalankan kegiatan jurnalistik yang berkualitas dan beretika.
Profesionalisme dalam konten juga menjadi fokus utama Dewan Pers. Ninik menegaskan bahwa perusahaan pers harus menunjukkan tingkat produktivitas yang konsisten, dengan berita yang disajikan secara kontinyu setiap hari.
Khusus untuk media daerah, komposisi berita yang ideal adalah 20 persen berita nasional dan 80 persen isu-isu lokal yang relevan dengan masyarakat setempat.
“Selain itu, tulisan yang dimuat harus mematuhi kode etik jurnalistik, menjunjung tinggi kebenaran, objektivitas dan moralitas,” tutur mantan Komisioner Komnas Perempuan dan Ombudsman RI itu.
Namun, tantangan bagi media di era digital dan internet tidaklah sedikit. Salah satu tantangan terbesar adalah persaingan dengan media sosial yang sering kali menjadi sumber utama informasi bagi masyarakat. Meskipun demikian, media sosial memiliki kelemahan besar dalam hal akurasi dan validitas informasi, yang sering kali mengarah pada misinformasi dan disinformasi.
Oleh karena itu, media resmi di bawah pengawasan Dewan Pers harus mampu mempertahankan standar jurnalistik yang tinggi, baik dari segi konten maupun etika.
Proses verifikasi yang ketat oleh Dewan Pers bertujuan untuk memastikan bahwa media tersebut dapat menjadi sumber informasi yang terpercaya dan berkualitas bagi seluruh masyarakat.
Dalam konteks ini, kebebasan berinformasi bukan hanya sebuah peluang, tetapi juga sebuah tanggung jawab besar bagi perusahaan pers. Mereka dituntut untuk terus beradaptasi dengan perkembangan teknologi, menjaga profesionalisme dan tetap memegang teguh prinsip-prinsip jurnalistik yang benar.
Dengan demikian, media dapat terus memainkan perannya sebagai pilar keempat demokrasi, memberikan informasi yang akurat dan dapat dipercaya di tengah arus informasi yang semakin deras.