
Insitekaltim,Samarinda – Kasus penemuan bayi berjenis kelamin perempuan yang diduga dibuang di Perumahan Samarinda Hills, Blok E7 RT 26, Kelurahan Rapak Dalam, Kecamatan Loa Janan Ilir, Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim), pada Kamis (22/2/2024), membawa keprihatinan masyarakat.
Salah satunya, Anggota Komisi IV DPRD Kota Samarinda Ahmat Sopian Noor. Mendengar kabar mengecewakan itu, Sopian mengungkapkan kesedihannya atas nasib bayi suci yang tidak berdosa itu.
Baru saja lahir ke dunia, nasib nahas sudah menimpanya. Jangankan mendapat pelukan kasih sayang, diterima sebagai seorang anak saja belum si bayi rasakan.
Begitulah yang diungkapkan Sopian. Menurut Sopian, pihak yang berani berbuat harus berani bertanggung jawab. Hanya karena sudah terlanjut berbuat dosa, bukan berarti menambah dosa berikutnya.
“Saya sangat kecewa. Artinya kita berani berbuat berani bertanggung jawab. Ada pembuangan anak ini berarti anaknya tidak diinginkan tapi kenapa berani berbuat?” tegas Sopian, Selasa (27/2/2024).
Kasus penelantaran ini membuat dirinya prihatin akan nasib generasi muda yang akan menjadi penerus bangsa apabila terus terjadi hal serupa ke depannya. Maka itu, ia berharap peran orang tua sangat penting dalam mengajarkan edukasi seksual agar anak tidak terjerumus.
Selain itu, ia berharap pihak terkait seperti Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2PA) dapat bekerja sama dengan DPRD mengusulkan peraturan daerah yang dapat mengurangi kasus ini agar tidak terus berulang.
“Kembali kepada pengetatan peraturan yang ada, apakah DPRD akan mengusulkan perda atas kasus atau instansi terkait misal DP2PA,” ungkapnya.
Sebagai informasi, pada Kamis, 22 Februari 2024, pelaku berinisial N yang sekaligus ibu dari bayi dengan berat 3,4 kilogram, panjang badan 52 cm itu telah diamankan oleh Reskrim Polsek Samarinda Seberang.
N (18) terancam dijerat dengan Pasal 76B Jo 77B UU RI Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23. Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp100 juta.