Insitekaltim, Bali – Perselisihan panjang antara PT Mitra Bali Sukses (MBS), pemegang lisensi merek Mie Gacoan, dan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Sentra Lisensi Musik Indonesia (Selmi), akhirnya mencapai titik damai. Kedua pihak menandatangani Surat Perjanjian Perdamaian atas sengketa hak cipta pada Jumat 8 Agustus 2025 di Bali, disaksikan langsung oleh Menteri Hukum Supratman Andi Agtas.
Kesepakatan damai ini menjadi akhir dari proses hukum yang sempat menempatkan Direktur PT MBS sebagai tersangka atas dugaan pelanggaran hak cipta. Langkah mediasi difasilitasi oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum (Kemenkum) Provinsi Bali, yang sejak awal mendorong penyelesaian nonlitigasi untuk perkara kekayaan intelektual.
Dalam kesempatan itu, Menteri Supratman memuji itikad baik kedua pihak yang akhirnya mampu mengedepankan jalan damai. Ia menilai keputusan ini memiliki nilai strategis dalam upaya membangun kesadaran kolektif terhadap penghormatan atas hak kekayaan intelektual, khususnya bagi para pencipta lagu dan musisi.
“Momen perjanjian damai ini bukan hanya soal jumlah royalti yang dibayarkan, tetapi lebih penting adalah kebesaran jiwa kedua belah pihak. Mudah-mudahan dapat menjadi contoh teladan bagi semua warga Indonesia untuk menghargai hak kekayaan intelektual,” ujarnya.
Dirinya juga menyebut perlunya reformasi dalam sistem pemungutan royalti oleh LMK dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), terutama dari sisi transparansi dan akuntabilitas.
“Saya setuju bahwa koreksi terhadap transparansi, pungutan royalti, termasuk besaran tarifnya. Nanti akan kita bicarakan dan kita akan keluarkan Permenkum yang baru yang mengatur itu,” tambahnya.
Supratman memberi penekanan bahwa royalti tidak sama dengan pajak. Menurutnya, seluruh dana royalti diberikan sepenuhnya kepada para pemilik hak, bukan kepada negara.
“Royalti bukan pajak. Negara tidak mendapatkan apa-apa
secara langsung dari royalti. Semua pungutan royalti itu disalurkan kepada yang berhak. Dan yang menyalurkan bukan pemerintah, tetapi oleh LMK atau LMKN yang memungut royalti, salah satunya LMK Selmi. Oleh karena itu, kita akan meminta pertanggungjawabannya, untuk transparansinya akan kita umumkan ke publik,” jelasnya.
Dalam data yang diterima Kemenkum, akumulasi royalti tahunan di Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia Tenggara.
“Bayangkan, Malaysia, negara yang kecil, penduduknya tidak seberapa, total royalti yang mereka bisa kumpulkan hari ini kurang lebih Rp600 miliar – Rp700 miliar per tahun. Kita Indonesia, mulai dari platform internasional sampai kepada retail, kalau menurut laporan yang saya terima kita baru ngumpulin Rp270 miliar, padahal penduduk kita 280 juta. Jadi sangat kecil,” ucapnya.
Direktur PT MBS I Gusti Ayu Sasih Ira Pramita hadir dalam penandatanganan tersebut bersama perwakilan LMK Selmi Ramsudin Manullang. Kedua belah pihak bersepakat untuk menutup seluruh sengketa di masa lalu dan melanjutkan kerja sama secara profesional sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Langkah damai ini diharapkan menjadi tonggak perubahan dalam manajemen hak cipta musik di Indonesia. Pemerintah melalui Kemenkum berkomitmen memperkuat regulasi demi mendorong kepatuhan dan apresiasi yang layak terhadap karya intelektual anak bangsa.