Reporter : Imai – Editor : Redaksi
Insitekaltim, Banten – Beratnya beban dunia usaha dan industri seluruh sektor di Provinsi Banten membuat resah kalangan pengusaha, hal tersebut disuarakan oleh Apindo sebagai asosiasi pengusaha untuk dapat menyampaikan kepada pemerintah Provinsi dan pusat.
Sebagaimana disampaikan Edy Mursalim Ketua Apindo Provinsi Banten kepada awak media, Minggu (01/12/2019) di Banten.
Edy mengatakan bahwa pada hari jumat sore diriya bersama jajajaran Apindo telah mengadakan pertemuan dengan asosiasi lintas sektor yang ada di Banten yang difasilitasi oleh Tommy sekretaris DPP Apindo, hal tersebut kiranya dilakukan untuk menampung sekaligus mendapatkan informasi secara langsung sektor per sektor industri terhadap kenaikan UMK yang akan diberlakukan Januari 2020.
Dengan jumlah 15.945 perusahaan yang ada tentunya provinsi Banten memiliki peran yang sangat strategis terhadap perekonomian wilayah maupun nasional, namun sangat disayangkan hal tersebut minim perhatian dari pemerintah kabupaten/kota Se-Banten. Beber Edy.
Tambahnya, bupati/walikota terkesan seperti mencari aman dengan hanya sekedar membuat rekomendasi kepada Gubernur tanpa didasari pembuatan kajian-kajian yang komperhensif terhadap dunia usaha dan industri diwilayahnya masing-masing, padahal sudah ada amanahnya dalam berbagai regulasi, baik Perpres, Permen maupun undang-undang, jelasnya.
Hal tersebut, menunjukan bahwa pemerintah daerah kurang memahami dan tidak peka terhadap dampak dari kenaikan UMK akan menjadi bola salju yang dapat membuat lumpuh perekonomian wilayah, untuk diketahui sektor swasta adalah penyumbang besar dalam pendapatan di daerah,” tegas Edy
Adapun ketika disinggung terkait regulasi PP 78, Edy menuturkan bahwa akumulasi kenaikan yang begitu signifikan dari tahun ketahun rasanya PP 78, sudah tidak representatif untuk menjadi parameter kenaikan upah minimum yang saat ini bila dihitung akumulasinya plus kenaikan BPJS adalah sebesar Rp 500.000 per orang, jelasnya.
Dengan labor cost yang rata-rata sudah menyentuh angka 20%, maka industri di Provinsi Banten sudah berada di zona merah dan pilihannya bersiap hengkang dan tutup, untuk diketahui bahwa dalam perhitungan HPP labaor cost paling tinggi adalah 10 %, dan kiranya kalau tembus 15% saja sudah pasti kolaps.
Ketua Apindo Banten Edy Mursalin juga mencoba menyampaikan simulasi kiranya UMK Banten Rp 4,2 Jt dan Jawa tengah Rp 2 juta savingnya 2,2 dikali 10.000 pegawai, maka hasinya sebulan bisa saving Rp 22 M dikali 13 bulan menjadi Rp 286 M itu baru angka UMK belum ditambah middlenya, jadi dengan realita seperti itu hengkangnya investasi di wilayah sudah tidak bisa ditahan lagi, dan sebagai informasi bahwa grup-grup besar sebagian sudah menggeser produksinya sampai 25 % ke wilayah lain.
Belum lagi banyak pihak yang menawarkan paket-paket kawasan industri dengan pola kredit pastinya akan lebih memuluskan berpindahnya industri dari wilayah banten, karena mereka tidak perlu inject modal untuk memiliki pabrik baru cukup dari saving mereka bisa membayar itu semua.
Lalu pertanyaannya, apa yang masih akan tersisa untuk banten ? akankah Banten masih menarik untuk investasi ? Akankah pemerintah kabupaten/kota berfikir serta bersikap sama seperti sebelumnya terhadap dunia usaha dan industri, agar diketahui bahwa beban berat sebesar itu saat ini hanya dipikul oleh seorang Gubernur, “imbuh Edy”.
DPK Apindo Se-Banten dari wilayah Barat sampai ke wilayah Timur telah menyuarkan hal tersebut jauh sebelum penetapan UMK, baik dalam berbagai kesempatan dengan pemerintah di kabupaten/kota maupun melalui media massa, namun sangat disayangkan atensi pemerintah kabupaten/kota sangat kecil sekali nyaris tidak dirasakan oleh dunia usaha dan industri,”pungkasnya
Terpisah, Ketua Dewan Penasehat Apindo Provinsi Banten Anne Patricia Sutanto yang juga Owner PT. Pan Brothers,saat dihubungi oleh awak media, mengatakan bahwasanya Apindo Banten dan seluruh asosiasi lintas sektor berharap Gubernur dapat membuat kebijakan yang revolusioner prihal industrial, tetapkan UMK sesuai sektor agar persaingan wilayah terhadap besaran UMK dapat segera dihentikan masalah UMSK cukup menjadi ranah internal industri masing-masing dengan mekanisme Bipartit,”kata Anne.
Sehingga dunia usaha dan industri bersama pemerintah diwilayah dapat fokus meningkatkan produktivitas dan kemajuan wilayah untuk dapat dan mampu bersaing dengan produk serta produsen dari luar. Gubernur juga perlu menetapkan peta industri Banten yang komperhensif dengan menghadirkan kawasan industri KEK di Banten, dimana semua aturannya betul-betul khusus untuk bisa absorsi ketimpangan di propinsi Banten. Agar kesibukan dunia usaha setiap tahun khususnya di Banten tidak lagi diwarnai persaingan UMK antar wilayah dengan disparitas yang sangat tajam,”tutupnya.
Pertemuan hari jumat 29/11/19 sore tersebut dihadiri jajaran DPP apindo Banten ; Edy Mursalim Ketua, Yakub Ismail, Tommy Sekretaris Apindo Banten, ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia ( API ) Adwin Sjahrizal beserta Wiryadinata Gunawan dan Samsie, Wakil Ketua Asosiasi Sektor kosmetik ( Perkosmi),Mukti Wibowo, Rini Asosiasi Aprisindo ( sepatu -red), Nikolaus Nonga Asosiasi Keramik ( ASAKI ), Sudiyetno Asosiasi Industri Besi dan Baja Dasar ( IISIA ) serta M.H. Joni dari Asosiasi Industri Kimia Dasar Organik (Inaplas) se-provinsi Banten.