Insitekaltim, Samarinda — Koordinator Tim Psikolog Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kota Samarinda Ayunda Ramadhani menegaskan tindak kekerasan khususnya dalam lingkup rumah tangga tidak pernah disebabkan oleh kesalahan korban. Namun, terjadi akibat ketidakmampuan pelaku dalam mengendalikan emosi dan perilakunya.
Menurut Ayunda, kekerasan merupakan hasil dari berbagai faktor yang melekat pada pelaku. Faktor tersebut meliputi kepribadian dan pola pikir, tekanan ekonomi, kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan, minimnya spiritualitas hingga buruknya komunikasi dan relasi dalam keluarga.
“Tidak pernah ada kekerasan yang terjadi karena salah korbannya. Kekerasan itu muncul karena pelaku tidak mampu mengendalikan emosi,” ujar Ayunda pada Senin, 15 Desember 2025.
Ia menjelaskan, dalam sejumlah kasus baik pelaku maupun korban kerap berada dalam kondisi kesehatan mental yang tidak stabil. Situasi tersebut dapat memicu terjadinya kekerasan dan menimbulkan dampak berkepanjangan, tidak hanya secara fisik, tetapi juga psikologis.
Dampak lanjutan yang sering dialami korban adalah isolasi sosial, terutama ketika kasus kekerasan terlanjur viral di ruang publik. Korban cenderung merasa malu, takut beraktivitas di luar rumah, serta enggan berinteraksi dengan lingkungan sekitar akibat stigma sosial.
Ayunda menekankan kekerasan dalam rumah tangga bukan persoalan privat semata, melainkan menjadi urusan publik. Oleh karena itu, masyarakat memiliki hak sekaligus kewajiban untuk ikut melindungi korban ketika kekerasan terjadi.
“Selama tidak ada kekerasan, tentu tidak perlu ikut campur. Namun ketika kekerasan terjadi, itu sudah menjadi masalah kita bersama,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa upaya perlindungan terhadap korban telah dijamin oleh regulasi, di antaranya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) serta Undang-Undang Perlindungan Anak.
Selain menimbulkan penderitaan bagi korban, kekerasan yang tidak tertangani juga berpotensi melahirkan pelaku baru, terutama pada anak dan remaja yang tumbuh dalam lingkungan penuh kekerasan. Karena itu, Ayunda menekankan pentingnya pencegahan serta pendampingan psikologis yang berkelanjutan.
“Mencegah selalu lebih baik daripada mengobati. Penanganan kekerasan harus dilakukan secara bersama-sama,” pungkasnya.

