Insitekaltim, Samarinda — Etno Art Festival (EAF) 2025 tidak hanya menyajikan pertunjukan musik tradisi Kalimantan Timur (Kaltim) tetapi juga menjadi pengalaman baru bagi penonton dari luar latar belakang seni.
Hal itu dirasakan langsung oleh Muhammad Zaidhan Zidna Zaine, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Mulawarman (Unmul) yang untuk pertama kalinya menyaksikan pertunjukan seni tradisi.
Ditemui usai acara puncak EAF 2025 yang digelar pada Sabtu, 22 November 2025, Zaidhan mengaku awalnya merasa asing dengan musik tradisional, terlebih musik tanpa lirik. Namun setelah mengikuti pertunjukan dan menghayati suasananya, persepsinya berubah.
“Oh ternyata musik tradisional bahkan musik non-lirik ga seaneh itu,” ujarnya.
Menurut Zaidhan, pengalaman tersebut membuatnya memahami bahwa musik tidak selalu membutuhkan lirik untuk menyampaikan rasa. Ia menyadari bahwa bentuk dan ragam musik jauh lebih luas dari yang selama ini ia bayangkan sebagai orang di luar dunia seni dan budaya.
Ia juga mengapresiasi lokasi pertunjukan yang berlangsung di kawasan Tropical Studies Unmul. Suasana alam yang mendukung, ditambah konsep pertunjukan yang santai dan tidak mengharuskan penonton berdiri, membuatnya merasa lebih nyaman menikmati acara.
“Tempatnya nyaman, duduk, ga bikin capek kayak nonton konser pada umumnya yang berdiri,” katanya.
Selain menikmati pertunjukan, Zaidhan memanfaatkan momen tersebut untuk berdiskusi dengan panitia terkait alat musik tradisi yang dimainkan.
Dari situ, ia mendapat pemahaman baru mengenai dunia etnomusikologi, termasuk proses akademik mahasiswa dalam mentranskripsikan musik untuk kebutuhan penelitian dan penulisan skripsi.
“Aku baru tau kalau etnomusikologi itu gabungan kata etno dan musik… dan musik ternyata ga sesimpel yang kubayangkan. Ada chord, ada bar, ada transkripsinya. Musik itu kompleks,” ungkapnya.
Ia juga mengaku terkesan setelah mengetahui, bahwa setiap karya yang ditampilkan melalui proses panjang, mulai dari penyusunan komposisi, latihan intensif, hingga persiapan teknis sebelum pertunjukan. Salah satu repertoar yang paling membekas baginya adalah “Karang Mumus”, yang menurutnya memiliki nuansa emosional kuat dan mampu membangun kedekatan dengan penonton.
Bagi Zaidhan, kehadirannya di Etno Art Festival 2025 bukan sekadar menonton seni pertunjukan, tetapi juga membuka wawasan baru tentang musik dan budaya lokal.
“Ini bukan cuma hiburan, tapi juga pengalaman belajar. Musik tradisional ternyata tidak membosankan, justru punya daya tarik sendiri,” tutupnya.

