Insitekaltim, Samarinda – Staf Ahli Menteri Ketenagakerjaan Bidang Ekonomi Ketenagakerjaan, Aris Wahyudi, menegaskan bahwa penerapan budaya keselamatan dan kesehatan kerja (K3) harus menjadi bagian penting dalam proses pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Hal ini disampaikannya saat menghadiri acara Penganugerahan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tingkat Provinsi Kalimantan Timur yang digelar di Plenary Hall Samarinda, Selasa, 11 November 2025.
Dalam sambutannya, Aris menekankan bahwa Kalimantan Timur memiliki posisi dan peran yang sangat strategis dalam pembangunan nasional. Terlebih, dengan ditetapkannya wilayah ini sebagai lokasi pembangunan IKN, aktivitas industri dan konstruksi di berbagai sektor kini meningkat pesat, sehingga penerapan K3 menjadi semakin krusial.
“Kalimantan Timur tentu memiliki posisi dan peran yang sangat strategis dalam pembangunan nasional. Terlebih dengan ditetapkannya wilayah ini sebagai lokasi dari Ibu Kota Nusantara,” ujar Aris.
Ia menjelaskan bahwa pesatnya pembangunan dan pertumbuhan industri di Kalimantan Timur menuntut penerapan K3 yang lebih disiplin, sistematis, dan terintegrasi di setiap lini pekerjaan.
Menurutnya, peningkatan investasi dan percepatan pembangunan IKN membawa tantangan baru yang membutuhkan kesiapan dari seluruh pihak untuk menjaga keselamatan dan kesehatan pekerja.
“Pesatnya pembangunan dan pertumbuhan industri di wilayah ini tentu menuntut penerapan K3 yang lebih disiplin, sistematis, dan terintegrasi,” tegasnya.
Lebih lanjut, Aris menekankan bahwa penerapan budaya K3 bukan hanya sebatas kewajiban administratif yang harus dipenuhi oleh perusahaan, melainkan sebuah komitmen moral dan sosial yang mencerminkan tanggung jawab terhadap kesejahteraan pekerja.
“Penerapan budaya K3 bukan sekadar pemenuhan kewajiban administrasi atau formalitas semata, tetapi merupakan satu komitmen moral dan sosial,” ujarnya.
Ia menuturkan, budaya K3 yang kuat tidak hanya berfungsi untuk mencegah kecelakaan atau penyakit akibat kerja, tetapi juga berdampak langsung pada efisiensi operasional, peningkatan reputasi perusahaan, serta keberlanjutan usaha, terutama di wilayah dengan proyek strategis seperti IKN.
“Penerapan budaya K3 yang kuat tentu tidak hanya mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, tetapi sekaligus juga mendukung efisiensi, reputasi perusahaan, dan juga keberlanjutan usaha,” jelasnya.
Dalam konteks pembangunan IKN yang melibatkan ribuan tenaga kerja, penerapan K3 yang konsisten diyakini menjadi kunci dalam menjaga produktivitas dan kualitas kerja. Aris mengingatkan bahwa setiap kecelakaan kerja atau gangguan kesehatan yang dialami pekerja akan berdampak pada waktu, moral, dan kelancaran proses produksi.
“Sebagaimana kita akui bersama bahwa setiap kecelakaan kerja atau gangguan kesehatan akibat kerja akan menyebabkan kerugian waktu kerja, menurunkan moral, dan menghambat kelancaran produksi yang pada akhirnya menghambat produktivitas perusahaan,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa investasi dalam penerapan K3 bukanlah beban tambahan, melainkan langkah strategis yang berkontribusi langsung terhadap keberhasilan dan stabilitas pembangunan. Dengan memastikan pekerja merasa aman dan terlindungi di tempat kerja, produktivitas dan tanggung jawab kerja akan meningkat.
“Kondisi ini tentu menjelaskan bahwa investasi dalam penerapan K3 akan langsung berdampak pada peningkatan kontinuitas dan stabilitas proses produksi. Ketika pekerja merasa aman dan terlindungi di tempat kerja, maka mereka akan bekerja dengan lebih tenang, lebih fokus, dan penuh tanggung jawab,” tambahnya.
Aris berharap, melalui momentum pembangunan Ibu Kota Nusantara, penerapan budaya K3 dapat benar-benar menjadi bagian dari sistem kerja yang berkelanjutan di seluruh sektor industri di Kalimantan Timur.
Dengan begitu, pembangunan IKN tidak hanya menjadi simbol kemajuan fisik, tetapi juga mencerminkan komitmen Indonesia terhadap keselamatan, kesejahteraan, dan keberlanjutan tenaga kerja di era baru pembangunan nasional.

