
Insitekaltim, Samarinda – Penolakan warga terhadap rencana perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IV Region V di Kabupaten Paser memantik perhatian serius DPRD Kalimantan Timur.
Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, Salehuddin, menilai bahwa akar persoalan yang terjadi bukan semata karena perpanjangan izin lahan, melainkan karena tidak terbangunnya komunikasi yang efektif antara pihak perusahaan dengan masyarakat di sekitar wilayah operasional.
Dalam pertemuan yang digelar di Samarinda, Salehuddin menyampaikan bahwa pihaknya menerima secara langsung tuntutan masyarakat dari empat desa yang terdampak aktivitas perkebunan PTPN IV. Keempat desa tersebut ialah Desa Lombok, Desa Pasir Mayang, Desa Pait, dan Desa Sawit Jaya.
“Kita menerima tuntutan dari masyarakat di empat desa yakni Desa Lombok, Desa Pasir Mayang, Desa Pait, dan Desa Sawit Jaya terkait dengan penolakan perpanjangan HGU PT Perkebunan Nusantara IV region V,” ujar Salehuddin.
Menurutnya, warga di empat desa itu berharap agar perusahaan dapat membuka ruang komunikasi yang lebih terbuka dan berimbang. Dialog tersebut penting untuk menemukan titik temu antara kepentingan perusahaan dan kepentingan masyarakat lokal yang selama ini merasa kurang dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan.
“Mereka meminta ada ruang komunikasi yang dibangun secara efektif dengan pihak manajemen,” lanjutnya.
Selain masalah perpanjangan HGU, masyarakat juga menyampaikan harapan agar keberadaan perusahaan dapat memberikan manfaat ekonomi yang lebih nyata. Bentuknya bisa berupa pemanfaatan sebagian lahan untuk kegiatan produktif masyarakat atau program tanggung jawab sosial (CSR) yang berdampak langsung terhadap peningkatan kesejahteraan warga.
“Ada beberapa harapan terkait dengan ruang ekonomi baik itu berupa lahan atau mungkin CSR dari pihak perusahaan yang bisa dimanfaatkan oleh pihak desa. Karena bagaimanapun kehadiran PTPN juga berdampak positif terhadap ekonomi masyarakat,” jelasnya.
Salehuddin menilai, secara faktual, kehadiran PTPN IV memang memberikan kontribusi terhadap perekonomian lokal. Sebagian besar tenaga kerja perusahaan merupakan warga sekitar, yang menjadikan PTPN IV sebagai salah satu penopang kehidupan masyarakat di wilayah tersebut.
“Buktinya ada 558 karyawan yang notabenenya sebagian besar memang penduduk di situ. Itu yang coba kita tawarkan, ada win win solution,” tuturnya.
Ia menegaskan bahwa DPRD Kaltim tidak menginginkan permasalahan ini berlarut-larut hingga berujung pada jalur hukum. Komisi I mendorong agar seluruh pihak menempuh jalan musyawarah dan penyelesaian nonlitigasi yang mengedepankan dialog terbuka serta itikad baik.
“Harapan kita ada solusi yang notabenenya bukan jalur hukum non litigas,” kata Salehuddin.
Lebih jauh, ia menyoroti bahwa kebuntuan komunikasi yang terjadi selama bertahun-tahun menjadi penyebab utama munculnya sikap penolakan dari masyarakat. Kurangnya forum tatap muka dan transparansi antara pihak perusahaan dan masyarakat membuat ketegangan semakin menguat ketika isu perpanjangan HGU mencuat.
“Memang ada kebuntuan komunikasi yang cukup lama sehingga terakumulasi pada proses penolakan masyarakat terhadap perpanjangan HGU dari PTPN 4 Kalimantan Timur,” ujarnya menegaskan.
DPRD Kaltim, lanjut Salehuddin, siap menjadi mediator dalam upaya membangun komunikasi antara masyarakat, perusahaan, dan pemerintah daerah. Ia berharap ke depan PTPN IV dapat mengambil langkah proaktif untuk memperbaiki hubungan sosial dengan masyarakat sekitar, termasuk dengan melibatkan mereka dalam program pemberdayaan ekonomi dan kegiatan sosial berkelanjutan.
Menurutnya, kehadiran perusahaan besar seperti PTPN IV semestinya tidak hanya dilihat dari sisi bisnis, tetapi juga dari kontribusinya terhadap kesejahteraan masyarakat di sekitar wilayah operasional. Oleh karena itu, ia menilai penting adanya kesepahaman bersama agar kehadiran perusahaan dan masyarakat dapat berjalan beriringan.

