Insitekaltim, Pasuruan – Pemerintah Kota (Pemkot) Pasuruan tengah memutar otak menghadapi tantangan besar dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2026.
Pemangkasan dana transfer ke daerah (TKD) oleh pemerintah pusat memaksa Pemkot melakukan efisiensi besar-besaran di hampir semua sektor.
Wali Kota Pasuruan, Adi Wibowo, mengatakan kondisi fiskal daerah tahun depan akan jauh lebih ketat dibanding tahun sebelumnya.
“Pemangkasan TKD ini sangat berdampak pada struktur keuangan daerah. Kami harus melakukan rasionalisasi dan efisiensi di berbagai pos anggaran,” ujar Adi Wibowo kepada wartawan Jumat, 7 November 2025.
Berdasarkan rancangan APBD 2026, dana bagi hasil (DBH) yang diterima Pemkot Pasuruan turun drastis dari Rp88 miliar menjadi hanya Rp39 miliar.
Sementara total belanja daerah yang semula mencapai Rp1 triliun, dipangkas menjadi sekitar Rp905 miliar.
Secara keseluruhan, Pasuruan mengalami pengurangan anggaran sekitar Rp139 miliar akibat kebijakan tersebut.
Tak hanya berdampak pada program pembangunan, pengetatan anggaran juga menyentuh tunjangan kinerja (tukin) aparatur sipil negara (ASN) yang akan dipotong hingga 20 persen.
“Langkah ini tidak mudah, tapi kami harus realistis menyesuaikan dengan kemampuan fiskal daerah,” kata Adi.
Program Universal Health Coverage (UHC) juga ikut terdampak. Program yang menjamin pembiayaan kesehatan bagi warga belum terdaftar di BPJS Kesehatan itu kini terancam tak dapat berjalan penuh sepanjang tahun.
Menurut sumber internal Pemkot, bila tidak ada tambahan dana transfer dari pemerintah pusat di pertengahan tahun, pembiayaan UHC hanya akan mampu menutup kebutuhan hingga sembilan bulan pertama 2026.
Adi menegaskan, Pemkot Pasuruan akan memprioritaskan program yang benar-benar mendesak dan berdampak langsung pada masyarakat.
“Kami akan memastikan pelayanan dasar tetap berjalan, terutama di bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, pemerintah pusat tahun ini memangkas TKD secara nasional. Menteri Keuangan menjelaskan, kebijakan itu diambil untuk mendorong daerah agar tidak menimbun dana transfer di perbankan tanpa realisasi optimal.

