Insitekaltim, Samarinda – Upaya menurunkan angka stunting di Kalimantan Timur (Kaltim) menunjukkan kemajuan. Namun diakui hasilnya belum sepenuhnya optimal. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kaltim Jaya Mualimin mengungkapkan bahwa meski angka stunting berhasil turun dari 22,9 persen menjadi 22,2 persen pada 2025, tantangan besar justru muncul pada kasus stunting baru lahir.
“Memang upaya kita sudah maksimal, tetapi hasilnya belum optimal. Penurunan 0,7 persen itu artinya ada kemajuan. Tapi yang paling banyak ini kelompok umur stunting baru lahir,” jelas Jaya, Kamis 14 Agustus 2025 usai menghadiri kegiatan di Kantor Gubernur Kaltim, Jalan Gajah Mada, Samarinda.
Jaya menjelaskan, stunting baru lahir adalah kondisi ketika bayi lahir dengan berat kurang dari 2.500 gram, yang umumnya terjadi karena masalah gizi selama masa kehamilan. Kasus ini sulit terdeteksi dalam survei rutin karena pemeriksaan massal biasanya dilakukan pada bayi usia 6 hingga 10 bulan ke atas. Namun, laporan dari beberapa daerah, termasuk Kota Bontang, menunjukkan peningkatan signifikan pada stunting baru lahir.
Menurutnya, kondisi tersebut menandakan perlunya intervensi spesifik yang lebih ketat kepada ibu hamil.
“Ibu hamil harus disusur, mana yang belum periksa. Ibu hamil yang mohon maaf terlantar dan suaminya tidak bertanggung jawab, itu harus kita sasar. Jangan sampai karena tidak tercover pemeriksaan, begitu lahir bayinya langsung stunting,” tegasnya.
Strategi yang akan diperkuat mencakup pemberian tablet tambah darah, makanan tambahan bergizi, serta pemantauan berat badan ibu hamil setiap bulan. Jaya menekankan bahwa kenaikan berat badan minimal 0,5 kilogram per bulan menjadi indikator penting kesehatan janin.
“Kalau setiap bulan tidak naik, berarti ada masalah pada janinnya. Kalau belum 9 bulan 10 hari sudah lahir, besar kemungkinan prematur, dan kalau berat di bawah 2.500 gram, artinya stunting,” tambahnya.
Selain faktor gizi, Jaya juga menyoroti kebiasaan merokok di lingkungan rumah sebagai pemicu stunting.
“Jangan sampai ibu hamil di rumahnya banyak yang merokok. Hentikan dulu rokoknya kalau ada ibu hamil. Salah satunya penyebab stunting itu dari asap rokok yang terpapar pada ibu hamil,” ujarnya.
Di sisi lain, Kaltim telah mencatat kemajuan dalam sejumlah indikator kesehatan. Cakupan imunisasi dasar lengkap, distribusi tablet tambah darah, pemberian ASI eksklusif, hingga program gizi buruk telah berjalan baik. Namun, Jaya mengakui masih ada faktor lain yang belum efektif, sehingga mempengaruhi penurunan angka stunting secara signifikan.
Ia berharap kesadaran masyarakat meningkat terhadap bahaya stunting yang mengancam kualitas generasi masa depan.
“Kalau pertumbuhan dan perkembangan anak tidak optimal, akan berdampak pada kualitas SDM. Sedini mungkin harus dicegah. Mencegah lebih baik daripada memperbaiki,” pungkasnya.
Dengan tantangan yang masih dihadapi, Dinas Kesehatan Kaltim menegaskan komitmennya untuk memperkuat koordinasi lintas sektor, memastikan ibu hamil mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai, dan mendorong perubahan perilaku masyarakat demi menekan angka stunting, khususnya pada bayi baru lahir. (Adv/Diskominfokaltim)
Editor: Sukri