Insitekaltim, Samarinda – Ketua Asosiasi Pedagang Beras Kalimantan Timur H Muhammad Nasir menegaskan aturan izin merek yang diterapkan Kementerian Hukum dan HAM berpotensi mengganggu distribusi beras medium di daerah.
Nasir, yang juga pemilik Toko Hery Jaya NSR, menilai kebijakan tersebut menjadi hambatan bagi peredaran tiga merek beras populer, Jempol, Ketupat, dan Mawar, yang selama ini menguasai sekitar 80 persen pangsa pasar beras medium di Kalimantan Timur.
“Kami pedagang takut mendatangkan beras karena harus ada izinnya. Tapi tiga merek besar seperti Jempol, Ketupat, dan Mawar tidak bisa diizinkan di Kemenkum karena sudah menjadi merek umum yang dimiliki banyak orang, bahkan secara nasional,” ujar Nasir, Kamis, 14 Agustus 2025.
Menurutnya, Kaltim hanya mampu memenuhi sekitar 10 persen kebutuhan beras dari produksi lokal. Sisanya didatangkan dari Sulawesi dan Jawa.
Ia memperingatkan, jika distribusi tiga merek tersebut tersendat, pasar akan terguncang dan masyarakat kesulitan mendapatkan beras yang biasa mereka konsumsi.
“Kalau pasokan tiga merek ini terhambat, pasar akan terguncang. Masyarakat kesulitan mendapatkan beras yang biasa mereka konsumsi, dan harga bisa melonjak,” katanya.
Nasir menambahkan, tekanan terhadap pedagang semakin besar sejak penerapan aturan harga eceran tertinggi dan maraknya tuduhan pengoplosan.
Oleh sebab itu, ia meminta pemerintah segera mencari solusi yang realistis agar pasokan tetap terjaga.
“Kami butuh solusi cepat. Jangan sampai aturan justru mematikan pasokan dan merugikan masyarakat. Kalau masalah ini dibiarkan, stok beras bisa terganggu dan Kaltim terancam krisis pasokan,” tegasnya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi II DPRD Kota Samarinda, Iswandi, menyatakan pihaknya akan memanggil Dinas Perdagangan untuk membahas potensi kelangkaan beras medium di pasar. Menurutnya, DPRD perlu memahami secara utuh akar persoalan sebelum mengambil langkah.
“Kita harus tahu dulu permasalahannya apa. Kalau memang karena cuaca yang sedang buruk, tentu kita cari solusi yang tepat. Tapi kalau karena permainan distributor atau agen, kita harus turun tangan,” kata Iswandi.
Ia menilai, melibatkan badan usaha milik daerah seperti Varia Niaga bisa menjadi salah satu opsi menjaga ketersediaan stok dan stabilitas harga. Namun, ia menegaskan pentingnya dasar data yang kuat sebelum membuat kebijakan.
“Kita tidak ingin mengambil kebijakan secara asal-asalan. Datanya harus valid dulu. Harapannya, masalah kelangkaan dan gejolak harga ini bisa diatasi agar tidak membebani masyarakat,” ujarnya.