
Insitekaltim, Samarinda – Lemahnya regulasi perlindungan lahan pertanian di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) dinilai menjadi ancaman serius bagi masa depan swasembada pangan di Kalimantan Timur (Kaltim), khususnya dalam rangka mendukung logistik pangan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Hal ini disampaikan oleh Ketua Fraksi PKS DPRD Kaltim Firnadi Ikhsan saat ditemui pada Jumat, 16 Mei 2025.
Menurutnya, isu utama dalam pembangunan sektor pertanian saat ini bukan terletak pada ketersediaan alat, mesin, atau program bantuan pemerintah, melainkan pada keberadaan lahan pertanian yang kian terancam alih fungsi.
“Satu-satunya hal yang kami khawatirkan saat ini adalah minimnya perlindungan terhadap lahan pertanian berkelanjutan. Masih banyak lahan yang berpotensi dijual atau beralih fungsi, dan ini belum diatur dengan regulasi yang cukup kuat,” ujar Firnadi.
Ia menjelaskan, meskipun Pemerintah Kabupaten Kukar melalui Dinas Pertanian sudah aktif dalam berbagai upaya penguatan sektor pertanian seperti percetakan sawah baru dan penyediaan kendaraan angkut, namun perlindungan hukum terhadap keberlangsungan lahan pertanian belum optimal.
“Pemerintah sudah banyak membantu. Saya juga ikut mengalokasikan kendaraan angkut roda tiga dan empat. Tapi kalau lahannya terus hilang, bantuan apa pun tidak cukup. Tanpa jaminan atas lahannya, semua usaha bisa gagal,” katanya.
Firnadi mengingatkan, Kukar saat ini masih memegang posisi sebagai penghasil padi tertinggi di Kaltim. Menurutnya, jika tren alih fungsi terus dibiarkan, status Kukar sebagai lumbung padi bisa tergeser, dan hal ini akan berdampak langsung pada upaya swasembada pangan provinsi.
“Swasembada pangan untuk Kaltim, Kukar masih teratas. Tapi kalau lahan pertanian terus hilang, kita bisa kalah. Ini yang perlu segera diantisipasi,” ucap anggota Komisi II DPRD Kaltim itu.
Selain isu lahan, Firnadi juga menyampaikan keprihatinan soal regenerasi petani. Ia menilai, minimnya insentif dan perhatian terhadap petani muda dapat menyebabkan sektor pertanian kekurangan tenaga kerja produktif dalam beberapa tahun ke depan.
“Kalau tidak ada dorongan, petani kita nanti hanya tinggal generasi tua. Lama-lama habis, enggak ada lagi yang mau bertani,” ujarnya.
Ia mendorong pemerintah untuk lebih serius memperluas program pelatihan, insentif, dan dukungan pemasaran bagi petani milenial. Menurutnya, masa depan ketahanan pangan sangat bergantung pada hadirnya pelaku tani muda yang terlibat aktif dalam proses produksi hingga distribusi.
Di sisi lain, Firnadi menyoroti derasnya aktivitas pertambangan di Kukar yang dinilai menjadi salah satu faktor pendorong alih fungsi lahan pertanian. Ia mengingatkan bahwa tren ini harus diawasi ketat agar tidak mengorbankan sektor pertanian yang menjadi tulang punggung ketahanan pangan.
“Tambang sekarang makin marak. Kalau tidak dijaga, kita akan kehabisan lahan produktif. Ini bukan soal anti tambang, tapi bagaimana menjaga keseimbangan dan menjamin masa depan pangan kita,” ucapnya.
Dengan kondisi saat ini, Firnadi berharap pemerintah daerah bersama DPRD dapat mendorong lahirnya regulasi perlindungan lahan pertanian berkelanjutan di tingkat kabupaten dan provinsi.
Menurutnya, tanpa kebijakan tegas, ancaman gagal swasembada bukan sekadar wacana, melainkan risiko nyata yang harus dihadapi dalam waktu dekat.