Insitekaltim,Samarinda – Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menyoroti kurangnya jumlah guru Bimbingan Konseling (BK) di sekolah-sekolah di Samarinda.
Idealnya guru BK 1:150 siswa. Standar rasio jumlah guru BK terhadap jumlah siswa di sekolah ini kerap kali luput. Bahkan menurut politikus Golkar itu, saat ini Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain.
“Seharusnya ada perbandingan yang pas antara jumlah guru BK dan siswa di sekolah. Namun, kita masih jauh di bawah standar negara-negara lain,” ujarnya dalam Podcast Kupas Tuntas di S Caffe, Sabtu (29/6/2027).
Ia melanjutkan bahwa guru BK sering kali tidak mendapatkan pengakuan atau dihargai sesuai peran mereka yang sebenarnya. Masyarakat masih memiliki persepsi negatif terhadap guru BK dan menganggap mereka hanya bertugas menghukum siswa atau melaporkan ke orang tua.
Padahal, guru BK memiliki peran penting dalam menangani kasus kekerasan, mengembangkan kreativitas siswa dan menangani berbagai masalah lain di sekolah.
“Guru BK sering kali memiliki imej buruk, dianggap hanya menghukum atau melaporkan siswa. Padahal, mereka memiliki peran penting dalam menangani berbagai kasus di sekolah,” jelasnya.
Selain itu, tugas guru BK memerlukan pendidikan dan kompetensi khusus yang tidak bisa dilakukan oleh semua guru atau wali kelas. Guru BK harus tetap profesional meskipun tugas mereka banyak dan kompleks. Namun, mereka sering kali tidak mendapatkan tunjangan atau kesulitan naik pangkat karena dianggap tidak mengajar.
“Guru BK memerlukan pendidikan tersendiri, dan mereka harus dihargai meskipun tidak mengajar. Banyak dari mereka kesulitan naik pangkat karena dianggap tidak memenuhi syarat mengajar,” tambah Hetifah.
Dia juga menyoroti rendahnya minat orang untuk menjadi guru BK. Ia menegaskan perlunya solusi untuk meningkatkan minat dan kebanggaan menjadi guru BK.
Banyak psikolog yang mengambil alih peran guru BK, padahal fungsi keduanya berbeda. Guru BK lebih banyak berperan sebagai teman siswa di sekolah dan merujuk siswa ke psikolog jika ada masalah psikologis yang serius.
“Kita perlu mencari solusi agar lebih banyak orang tertarik menjadi guru BK dan agar mereka bangga dengan profesi ini. Guru BK dan psikolog memiliki fungsi yang berbeda, dan keduanya penting dalam mendukung siswa,” tutupnya.
Menurutnya, masalah kurangnya guru BK di Samarinda perlu segera diatasi agar siswa mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan untuk berkembang secara optimal.
Dengan memperbaiki rasio guru BK terhadap siswa dan meningkatkan pengakuan serta apresiasi terhadap peran guru BK, diharapkan kualitas pendidikan di Samarinda dapat meningkat.