
Reporter: Syifa – Editor : Redaksi
Insitekaltim, Sangatta – DPRD Kutim gelar rapat dengar pendapat menjawab aduan dari seorang mantan karyawan PT Primatama Energi Nusantara
(PEN) terkait uang pesangon yang diberikan oleh perusahaan. Rapat digelar di DPRD Kutim Kawasan bukit Pelangi Sangatta, pada Senin (11/1/2021) pagi.

Dari diskusi yang berlangsung mulai pukul 10.30 Wita tersebut, perwakilan manajemen PT PEN Hardi menjelaskan bahwa mantan karyawan PT PEN Ariansyah telah mangkir dari pekerjaan sebanyak tiga kali dalam tiga bulan sehingga dianggap mengundurkan diri.
“Pada bulan Juni tahun 2020 yang bersangkutan sudah mangkir selama 7 hari kerja. Kemudian meningkat pada bulan Juli, dia tidak masuk 12 hari kerja. Mangkir juga. Diulang lagi pada bulan Agustus selama 15 hari kerja,” terang Hardi kepada peserta rapat.
Hardi mengacu pada ketentuan Pasal 168 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, dimana pekerja atau buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan diri.
Oleh karenanya, pihak PT PEN memberikan uang pesangon kepada Ariansyah sebanyak Rp4,6 juta dan menolak surat anjuran Disnaker sebagai mediator untuk memberikan uang pesangon sebanyak kurang lebih Rp22 juta.

“Kami memiliki ratusan pekerja lainnya di belakang Ariansyah ini yang akan menjadikan permasalahan mangkir dan permintaan pesangon ini sebagai preseden atau kasus yang dicontoh bagi yang lain. Kami tekankan bukan masalah jumlah uang, tapi ada tata tertib dan disiplin kerja yang harus dipatuhi perusahaan dan karyawan,” jelas Hardi.
PT PEN menginginkan adanya pembelajaran bagi karyawan terkait regulasi perusahaan yang membatasi antara hak dan kewajiban pekerja untuk bisa mendapatkan keharmonisan serta win-win solution di antara keduanya.
Wakil Ketua DPRD Kutim Arfan selaku pimpinan rapat memediasi hak mantan karyawan dan perusahaan dengan memberikan pilihan penawaran terkait nominal uang pisah yang dianjurkan dalam surat Disnaker.
“Sebuah perusahaan yang bekerja di Kecamatan Bengalon, apalagi perusahaan besar dengan selisih kurang lebih hanya Rp18 juta. Harusnya ini memang pakai uang penghargaan sajalah atau kita mediasi saja sekiranya apa,” harapnya.
Menanggapi usulan Arfan, pihak perusahaan meminta ruang diskusi personal bersama karyawan selama lima menit, lalu menyampaikan hasil kesepakatan dengan hitam di atas putih yang ditandatangani kedua belah pihak.
“PT PEN akan memberikan uang pisah kepada Ariansyah sebagai mantan karyawan PT PEN sebanyak Rp7,5 juta dan tambahan uang lainnya yang sekiranya tidak perlu disebutkan. Baik Ariansyah maupun PT PEN sudah menyetujui kesepakatan ini dan sudah ditandatangani bersama,” pungkasnya.
Atas kesepakatan tersebut, permasalahan dinyatakan telah selesai secara kekeluargaan oleh pimpinan dan peserta rapat dengar yang hadir di ruangan.

