Reporter: Nada – Editor: Redaksi
Insitekaltim, Samarinda – Workshop tentang penulisan atau kisi-kisi pembuatan soal Ujian Sekolah (US) serta penilaian digelar hari ini di SMA NEGERI 3 Samarinda, Jum’at (24/1/2020) di ruang Multimedia Lantai 2 Gedung SMAGA.
Peserta yang ikut dalam hal ini ialah para guru dari sub-rayon 1 Kota Samarinda, dimana terdiri dari 13 sekolah. Hal ini disampaikan langsung oleh Kepala Sekolah SMAGA Dr. Abdul Rozak Fahrudin,M.Pd.
“Sekolah tersebut terdiri dari sekolah swasta dan negeri di wilayah Samarinda, ada sekitar 69 guru dengan narasumber dari Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Kalimantan Timur,” ungkap Kepala Sekolah SMAGA bergelar doktor tersebut kepada Insitekaltim.com.
Ia mengatakan, motivasi adanya workshop ini karena USBN telah dihapuskan. Maka anggota sub-rayon 1 perlu diarahkan untuk membuat naskah soal.
“Karena ujian semuanya murni dari sekolah. Bahkan pelaku ujian sekolah, termasuk panduan operasional itu semua berasal dari sekolah. Oleh karena itu kami ingin mengembangkan mutu dari 13 sekolah yang mengikuti workshop ini,” jelasnya.
Lebih lanjut, masing-masing sekolah mendatangkan 4 hingga 5 orang guru untuk mengikuti workshop.
“Tujuannya bagi yang telah ikut, bisa paham dan berdiskusi dengan rekan guru di sekolah masing-masing. Mereka nanti sebagai penggerak disekolahnya,” ungkapnya.
Sementara itu, Wiwik Setiawati, M.Pd, narasumber dari LPMP Kaltim memberikan penjelasan terkait workshop tersebut.
“Disini kita memberikan arahan penyusunan kisi-kisi, indikator soal, pedoman penskoran, dan pembuatan soal Higher Order Thinking Skills (HOTS),” katanya.
Untuk kisi-kisi, yang merupakan persiapan guru untuk membuat soal, arahan yang diberikan bertujuan agar soal yang dibuat sesuai dengan kisi-kisinya.
“Kadang-kadang lepas. Sehingga banyak siswa yang selesai ujian mengeluh soalnya susah, padahal guru belum sampai situ penjelasannya. Kemudian untuk pedoman skor, seperti rambu-rambu bagi guru agar mampu memberikan skor se obyektif mungkin. Kalau HOTS, itu memang dituntut di dunia pendidikan,” terangnya.
Wiwik, sapaannya, berharap agar para guru bisa membuat soal sesuai tuntutan kompetensi dasar.
“Soalnya juga bisa aplikatif dalam kehidupan sehari-hari, itu saja,” pungkasnya.