
Insitekaltim, Samarinda – Kalimantan Timur (Kaltim) dinilai belum memiliki arah kerja yang jelas dalam membangun sistem perlindungan anak. Ketiadaan roadmap dan lemahnya regulasi menyebabkan program perlindungan cenderung tambal sulam dan tidak terukur dampaknya.
Penilaian ini muncul dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi IV DPRD Kaltim dengan Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) di Gedung DPRD Kaltim, Senin, 21 Juli 2025.
Anggota Komisi IV DPRD Kaltim dari Fraksi PKS Agusriansyah Ridwan menyoroti belum adanya perencanaan jangka menengah yang konkret. Menurutnya, tanpa dokumen kerja yang terarah, lembaga seperti KPAD akan sulit mengakses anggaran dan gagal mendorong kebijakan lintas sektor.
“Kalau tidak ada roadmap, kerja mereka sering tidak terdeteksi. Akhirnya sulit diukur dan tidak berdampak,” ucap Agusriansyah usai RDP.
Dari 10 kabupaten/kota di Kalimantan Timur, hanya Mahakam Ulu yang belum menyandang predikat layak anak. Ia menganggap kondisi ini sebagai indikator lemahnya sistem perlindungan yang seharusnya dibangun melalui kerja kolaboratif antarlembaga.
Data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) menunjukkan tren kekerasan terhadap anak kembali meningkat pada 2024, setelah sempat turun di tahun sebelumnya. Samarinda tercatat sebagai wilayah dengan angka kekerasan anak tertinggi.
“Ini alarm serius. Kita tidak bisa terus bergerak reaktif. Harus ada sistem, data terintegrasi, dan arah kebijakan yang memandu semua lembaga bergerak bersama,” ujar Agusriansyah.
Ia mendorong agar roadmap tidak sekadar formalitas dokumen, tetapi benar-benar memuat indikator, target lintas sektor, hingga strategi sinergi dengan swasta dan komunitas. Keterlibatan BKKBN, Dinas Sosial, hingga pelaku dunia usaha disebutnya sangat penting dalam membangun lingkungan ramah anak.
Agusriansyah juga menekankan pentingnya forum-forum seperti RDP menghasilkan kesepakatan operasional, bukan hanya wacana. Ia mengingatkan bahwa perlindungan anak bukanlah agenda tahunan, melainkan investasi jangka panjang bagi kualitas generasi Kalimantan Timur.
“Kalau arah kerjanya saja tidak jelas, bagaimana bisa kita siapkan masa depan yang aman dan layak bagi anak-anak?” ucapnya.
Ia berharap DP3A dan KPAD segera menyusun perencanaan terpadu yang dilengkapi pemetaan masalah dan pendekatan berbasis data. Koordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota dan penguatan regulasi di daerah menjadi langkah mendesak.
“Jangan tunggu makin banyak korban baru bergerak. Kita perlu langkah nyata, bukan hanya program seremonial,” tambahnya.