Insitekaltim,Samarinda – Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Kalimantan Timur Sri Wahyuni mengungkapkan keprihatinannya terhadap angka stunting yang masih mengkhawatirkan di Kalimantan Timur.
Sri Wahyuni menyampaikan data stunting dari Dinas Kesehatan Kaltim mencapai 16.000 anak.
“Berdasarkan data dari dinkes data stunting di Kaltim ini yang sudah dipastikan datanya, mencapai 16.000 anak,” ungkapnya dalam acara Rembuk Stunting Tingkat Provinsi Kaltim di Hotel Mercure, Samarinda, Senin (9/10/2023).
Namun, yang lebih mengkhawatirkan adalah bahwa jumlah anak atau keluarga yang berpotensi terkena stunting mencapai jutaan.
Oleh karena itu, fokusnya bukan hanya pada penanganan, tetapi juga pada upaya pencegahan stunting.
“Tetapi anak atau keluarga yang berpotensi terkena stunting itu berjumlah jutaan. Artinya fokus kita tidak hanya dari penanganan saja, tapi juga pencegahan,” sambungnya.
Tercatat angka stunting di Provinsi Kalimantan Timur masih tinggi, dengan peningkatan prevalensi stunting dari 22,8 persen menjadi 23,9 persen berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 dan 2022.
Sri Wahyuni menegaskan perlunya intervensi langsung dalam upaya penurunan angka stunting di Provinsi Kaltim.
“Stunting ini yang punya wilayah kabupaten dan kota. Tapi kita provinsi juga punya tanggung jawab. Kita harus mengintervensi secara langsung dalam percepatan penurunan stunting,” tegasnya.
Tak hanya itu, lima kabupaten/kota di Kaltim juga mengalami tantangan serupa berupa peningkatan kasus stunting menurut data hasil SSGI 2021-2022.
Paser dari 23,6 persen menjadi 24,9 persen, Kubar dari 15,8 persen menjadi 23,1 persen, Kukar dari 26,4 persen menjadi 27,1 persen, Balikpapan dari 17,6 persen menjadi 19,6 dan Samarinda dari 21,6 persen menjadi 25,3 persen.
Provinsi Kaltim sendiri menargetkan penurunan angka stunting menjadi 12,83 persen pada tahun 2024.
Untuk mencapai target tersebut, diperlukan integrasi kebijakan antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, termasuk bantuan keuangan dan alokasi dana desa.
“Target tersebut harus disertai kebijakan integrasi dari pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Pemerintah Provinsi Kaltim sendiri berupaya melakukan kebijakan melalui bantuan keuangan, penguatan alokasi dana desa,” imbuh Sri Wahyuni.
Sri Wahyuni berharap kolaborasi dari semua pihak, termasuk kepala daerah, tim penangan percepatan stunting (TPPS), dan posyandu, agar bisa lebih aktif dalam memberikan pelayanan awal kepada masyarakat.
“Saya harap komitmen kepala daerah, kemudian tim penanganan percepatan stunting (TPPS), dan kerja sama dari posyandu sebagai media ruang terdepan bisa lebih aktif lagi dalam memberikan pelayanan awal terhadap masyarakat,” tandasnya.