Insitekaltim, Samarinda – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) menetapkan tanggal 16 Juni 2025 sebagai awal pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun ajaran 2025/2026.
Kebijakan ini disampaikan dalam rapat koordinasi antara Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim dan Komisi IV DPRD Kaltim yang berlangsung pada Selasa, 10 Juni 2025.
Rapat tersebut tak hanya membahas soal jadwal dan sistem penerimaan, tetapi juga menyoroti sejumlah persoalan mendasar, termasuk keterbatasan daya tampung sekolah negeri di kawasan perkotaan serta akses pendidikan bagi siswa dari daerah terpencil dan keluarga kurang mampu.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Disdikbud Kaltim Armin mengatakan bahwa sistem penerimaan tahun ini mengalami penyegaran secara nomenklatur.
“Insyaallah akan dilaksanakan mulai tanggal 16 Juni. Sekarang ini namanya SPMB, sistem penerimaan murid baru. Dulu namanya PTB, hanya istilah yang berubah,” ujar Armin kepada awak media usai mengikuti rapat di kantor DPRD Kaltim.
Meski, jelas Armin, secara prinsip masih merujuk pada pola penerimaan sebelumnya, seperti zonasi dan afirmasi, terdapat sejumlah penyesuaian dalam mekanisme dan pelaporan untuk lebih mengakomodasi kondisi di lapangan.
Perubahan istilah tersebut, menurut Armin, sejalan dengan semangat pemerintah untuk memperluas akses sekaligus memperkuat sistem kontrol terhadap pelaksanaan penerimaan murid baru di berbagai tingkatan.
Persoalan klasik yang kembali mencuat adalah keterbatasan kapasitas sekolah negeri di daerah padat penduduk, seperti Balikpapan. Armin tidak menampik bahwa daya tampung menjadi hambatan serius yang harus diantisipasi sejak dini.
“Kalau daya tampungnya tidak mencukupi, otomatis sebagian siswa akan masuk ke sekolah swasta,” katanya.
Menyadari keterbatasan tersebut, Pemerintah Provinsi Kaltim memilih langkah afirmatif dengan meningkatkan alokasi Bantuan Operasional Sekolah Daerah (Bosda) untuk sekolah swasta. Kebijakan ini diharapkan mendorong sekolah-sekolah swasta untuk membuka akses tanpa membebankan biaya masuk kepada peserta didik baru.
“Semangat Pak Gubernur itu sekolah-sekolah swasta juga gratis karena sudah ada penambahan Bosda. Mudah-mudahan ini menjadi atensi sekolah-sekolah swasta mulai tahun ini,” jelas Armin.
Ia menyebut, sejumlah sekolah swasta di Samarinda telah lebih dahulu menerapkan kebijakan pembebasan biaya pendidikan. Model tersebut dianggap sebagai bentuk kolaborasi yang perlu diperluas ke daerah lain demi menjamin pemerataan layanan pendidikan dasar dan menengah.
Guna memastikan pelaksanaan berjalan sesuai dengan kaidah yang telah ditetapkan, Disdikbud akan membentuk tim pemantau di setiap wilayah. Tim ini bertugas mengawasi proses pendaftaran, seleksi, hingga penempatan siswa baru agar tidak terjadi pelanggaran terhadap prinsip-prinsip penerimaan yang adil dan inklusif.
“Kita pasti pantau, kan sudah ada SOP-nya. Kita bentuk tim pemantau bagaimana proses SPMB di sekolah-sekolah,” tegas Armin.
Disdikbud juga menaruh perhatian khusus pada kelompok masyarakat yang selama ini menghadapi kendala dalam mengakses pendidikan formal, khususnya anak-anak dari keluarga tidak mampu dan mereka yang tinggal di daerah terisolir.
Armin menekankan bahwa tidak boleh ada satu pun anak usia sekolah yang tertinggal dari proses pendidikan hanya karena faktor ekonomi atau geografis.
“Kita tidak boleh ada anak yang tidak sekolah. Itu tugas kami bagaimana mereka mendapatkan tempat. Kalau dia miskin, kita carikan sekolah. Kalau perlu satu kelas ditambah daripada dia tidak sekolah. Itu hak mereka,” tandasnya.
Armin menjelaskan, upaya akan difokuskan pada penempatan siswa di sekolah negeri. Namun jika kapasitas tidak memungkinkan, maka sekolah swasta penerima BOSDA akan dijadikan alternatif utama.
“Sekolah negeri itu kan gratis. Tapi kita harap sekolah swasta juga mulai tidak memungut biaya karena sudah ada Bosda. Harapannya siswa tidak terbebani,” tambahnya.
Sebagai bagian dari agenda peningkatan kualitas pendidikan, Pemprov Kaltim juga memperkenalkan tiga sekolah unggulan baru yang akan mulai beroperasi tahun ajaran ini. Tiga sekolah tersebut adalah SMA Negeri 10 Samarinda, SMA Negeri 3 Tenggarong, dan SMA Negeri 2 Sangatta Utara.
Inisiatif ini, kata Armin, dimaksudkan untuk mempercepat pengembangan sumber daya manusia di daerah dan memberi ruang lebih luas bagi siswa berprestasi dari berbagai latar belakang.
“Ini untuk percepatan kualitas SDM. Harapannya, anak-anak bisa bersaing secara sehat. Tidak ada diskriminasi, semua bisa ikut seleksi,” tutup Armin. (Adv)