Insitekaltim,Samarinda – Seminar internasional dalam rangka Musabaqah Tilawatil Quran Nasional (MTQN) XXX Tahun 2024 menghadirkan berbagai narasumber interaktif yang mengupas terkait ilmu Alquran.

Memulai seminar yang bertajuk “Implementasi Nilai Alquran dalam Mewujudkan Perdamaian dan Peradaban Dunia”, Rektor Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris (UINSI) Samarinda Zurqoni mengatakan bahwa Islam adalah agama yang benar di sisi Allah SWT, dengan Alquran sebagai landasan utamanya.
Alquran merupakan kitab yang paling lengkap dan sempurna serta menjadi petunjuk bagi umat manusia, tanpa terbatas pada umat atau periode tertentu.
Alquran juga menjadi petunjuk kehidupan yang bersifat universal. Ia menyebut Alquran menjadi penerang hidup, nasihat, sumber informasi, bahkan penyembuh dari berbagai penyakit.
“Di dalamnya terdapat ajaran soal aqidah, prinsip ibadah, serta tuntunan berakhlak. Alquran juga mendorong umatnya untuk menguasai ilmu pengetahuan,” ujar Zurqoni di Auditorium 22 Dzulhijjah UINSI Samarinda, Senin (9/9/2024).
Zurqoni menerangkan Alquran menjadi sumber utama dalam mengajarkan nilai-nilai universal seperti ketaatan pada perintah Allah, penekanan terhadap toleransi, pembebasan perbudakan, hingga peningkatan derajat wanita.
Dijelaskan Zurqoni bahwa Alquran menyebutkan soal perdamaian sebanyak 157 kali, yang merujuk pada kondisi ketenangan tanpa konflik. Hal ini menandakan Islam merupakan agama yang akan maju paling depan sebagai agama pembawa kedamaian.
“Nilai-nilai dalam Alquran tidak pernah habis digali dan terus memberikan pesan-pesan kehidupan yang relevan untuk setiap manusia,” kata Zurqoni.
Di samping itu, Deputi Dewan Faculty of Usuluddin Universitas Islam Sultan Syarif Ali (UNISSA) Brunei Darussalam Haji Ahmad Baha Bin Haji Mokhtar menyampaikan bahwa harmoni yang merujuk pada Alquran merupakan salah satu ciri utama dari seorang muslim.
Keharmonisan dalam kehidupan beragama, ia melanjutkan, sangat penting untuk diaplikasikan. Ini merujuk pada hadis Nabi Muhammad SAW tentang karakteristik seorang muslim yang baik.
“Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari dan Muslim, disebutkan bahwa seorang muslim yang baik adalah dia yang kaum muslimin lainnya selamat dari keburukan lisan dan tangannya,” sebut Ahmad Baha.
Ini menegaskan bahwa seorang muslim adalah seseorang yang membawa kesejahteraan, keamanan, dan kemakmuran. Islam adalah agama yang paling lekat dengan hal-hal tersebut. Melihat sosok baginda besar Rasulullah, yang menjadi tauladan seluruh manusia di muka bumi ini, mencerminkan betapa harmoninya Nabi Muhammad SAW.
Ia juga menjelaskan bahwa Islam memiliki makna yang unik dibandingkan dengan agama-agama lain di dunia.
“Islam berasal dari kata keselamatan. Jika kita rumuskan, Islam itu adalah harmoni yang merupakan sebagian dari Islam itu sendiri. Maka, seorang muslim tidak bisa dipisahkan dari prinsip keharmonisan,” jelasnya.
Ahmad Baha menyampaikan bahwa Islam mengajarkan umatnya untuk selalu hidup dalam damai dan menjaga kerukunan dengan sesama.
Nilai-nilai tersebut, menurutnya, harus terus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, terutama di tengah situasi global saat ini yang sarat dengan konflik dan ketegangan sosial.

Di sisi lain, Imam Besar Masjid Istiqlal sekaligus Rektor Universitas Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran (PTIQ) Jakarta Nasaruddin Umar memaparkan pentingnya dialog lintas agama dalam Islam.
Ia menceritakan sebuah kisah ketika Rasulullah SAW menerima tamu sebanyak 80 orang dari berbagai agama, termasuk Kristen Ortodoks, Zoroaster dan Yahudi.
“Rasulullah menerima tamu lintas agama yang dipimpin oleh seorang Kristen Ortodoks. Mereka menunggu Rasulullah menyelesaikan salat sebelum dipersilakan duduk,” ungkap Nasaruddin Umar.
Setelah selesai salat, Rasulullah SAW mempersilakan tamunya untuk duduk dan menyediakan makanan serta minuman. Salah satu tamu menginterupsi dan mengadu bahwa ia belum melakukan kebaktian.
Rasulullah kemudian mengizinkannya untuk melakukan kebaktian di sekitar masjid, meskipun ada dua pendapat terkait lokasi pasti pelaksanaan kebaktian tersebut.
“Kisah ini menunjukkan bahwa nonmuslim yang datang ke masjid adalah hal yang biasa sejak zaman Rasulullah, bahkan untuk melakukan ibadah,” jelasnya.
Nasaruddin menekankan bahwa dialog adalah hal yang sangat penting dalam Islam, sebagaimana dicontohkan oleh Allah SWT dalam Alquran. Rasulullah pun kerap berdialog, bukan hanya dengan orang dewasa, tetapi juga dengan anak-anak.
“Setiap kali Rasulullah bertemu dengan anak kecil, beliau selalu mengusap kepalanya. Sekitar 500 orang mengaku dicintai oleh Rasulullah melalui dialog. Jadi, jika ada umat Islam yang melarang dialog, itu berarti mereka tidak mencontoh Rasulullah,” katanya.
Kemudian, dipaparkan Nasaruddin bahwa Allah SWT juga berdialog dengan ciptaan-Nya yang terjahat, yakni iblis. Setelah kesombongan iblis yang menolak untuk sujud kepada Nabi Adam AS, Allah berdialog dan mempertanyakan keengganan mereka melakukan perintah-Nya.
Terakhir, Nasaruddin menegaskan apabila seorang muslim enggan untuk berdialog dan bahkan membenci dialog antarumat beragama, maka orang tersebut tidak patuh pada ketentuan Allah SWT dan ingkar pada Alquran serta tidak mengikuti sebagaimana yang telah dicontohkan baginda Rasulullah SAW.
“Kalau ada orang yang melarang dialog umatnya atau saudara-saudaranya, itu tidak mencontoh sikap Rasulullah dan tidak mencontoh Allah,” tutupnya.