Insitekaltim,Samarinda – Berdasarkan data aplikasi Sistem Informasi Online (Simfoni) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada Desember 2023, Kota Samarinda mencatat kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak tertinggi di Kalimantan Timur (Kaltim).
Data menunjukkan 498 kasus, terdiri dari 309 kasus kekerasan terhadap perempuan dan 189 kasus kekerasan terhadap anak. Hingga Mei 2024, kasus kekerasan sudah mencapai 99 kasus, dengan 46 kasus kekerasan terhadap perempuan dan 53 kasus kekerasan terhadap anak.
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menyampaikan pandangannya. Hetifah menyebut bahwa tingginya angka kekerasan mungkin menunjukkan bahwa masyarakat Samarinda lebih berani melaporkan kasus kekerasan.
Walau terdengar mengkhawatirkan, tetapi tingginya angka kekerasan di Samarinda juga menunjukkan adanya peningkatan terhadap kesadaran masyarakat untuk melaporkan tindak kekerasan anak ke pihak berwenang.
“Angka kekerasan yang tinggi bisa jadi karena masyarakat Samarinda sudah mulai sadar untuk berbicara atau mengadukan kekerasan,” ujarnya dalam Podcast Kupas Tuntas di S Caffe, Sabtu (29/6/2027).
Politikus Partai Golkar ini menambahkan bahwa keberanian masyarakat untuk mengadukan kasus kekerasan dapat dilihat sebagai hal positif. Di daerah pedalaman, kekerasan mungkin terjadi tetapi tidak dilaporkan karena masyarakat tidak tahu kemana harus mengadu atau belum berani berbicara.
“Di Samarinda, mereka tidak menutupi kondisi tersebut. Orang Samarinda lebih berani untuk mengadukan,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia meminta adanya saluran pengaduan yang berfungsi selama 24 jam. Menurutnya, kasus kekerasan tidak selalu terjadi di jam kerja, dan hotline yang tidak buka 24 jam menyulitkan korban untuk melaporkan kejadian.
“Kasus-kasus seperti ini bisa saja terjadi di malam hari atau subuh. Jadi diperlukan hotline yang berfungsi 24 jam,” tambahnya.
Selain itu, ia memandang perlunya crisis center atau tempat perlindungan bagi para pengadu tindak kekerasan. Ia menyebutkan bahwa setelah melaporkan kekerasan, korban seringkali memerlukan perlindungan karena mendapatkan ancaman dari pelaku, keluarga pelaku atau bahkan keluarga korban sendiri.
“Para pengadu tindak kekerasan memerlukan perlindungan agar keselamatan mereka tidak terancam,” tegasnya.
Kekerasan terhadap perempuan dan anak bisa terjadi bukan hanya karena faktor pakaian, tetapi juga karena daerah rawan kekerasan seperti tempat yang minim penerangan atau kurangnya pengawasan di sekolah. Diperlukan pentingnya kesadaran sosial dan kerja sama dari seluruh pihak dalam mengatasi masalah ini.
“Ini adalah tanggung jawab kita bersama. Kesadaran sosial dan kerja sama dari semua pihak sangat diperlukan,” tutupnya.