
Insitekaltim, Samarinda – Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) Apansyah mengatakan program Koperasi Merah Putih yang digulirkan pemerintah pusat dengan skema pinjaman modal hingga Rp3 miliar per desa, wajib didampingi secara ketat agar tepat sasaran dan tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari.
Menurutnya, program ini memiliki potensi besar untuk menggerakkan ekonomi desa, namun rentan gagal apabila tidak dibarengi dengan pembinaan teknis dan pengawasan yang memadai.
Anggota Komisi III itu menekankan bahwa dana sebesar itu tidak bisa begitu saja disalurkan ke desa-desa tanpa persiapan yang matang. Peran aktif dari pemerintah daerah, khususnya dinas terkait, dinilainya sangat penting dalam memastikan desa memiliki kapasitas untuk mengelola dana dan menjalankan usaha koperasi secara profesional.
“Kami sangat mendukung terbentuknya koperasi desa. Tapi sebelum anggaran diturunkan, dinas teknis harus terlibat langsung dalam membina. Jangan langsung dilempar ke lapangan tanpa kesiapan. Itu berisiko,” kata Apansyah di kepada awak media di Kantor DPRD Kaltim pada Jumat, 23 Mei 2025.
Program Koperasi Merah Putih menargetkan pendirian koperasi di 1.038 desa dan kelurahan di seluruh Kalimantan Timur. Setiap koperasi akan memperoleh pinjaman modal dari bank milik negara, dengan tenor selama enam tahun. Dana tersebut dirancang untuk mendukung pengembangan berbagai unit usaha strategis, seperti distribusi bahan pokok, gas LPG, pupuk, hingga logistik pangan.
Apansyah menilai, meskipun desain program ini bersifat top-down, keberhasilannya tetap bergantung pada kekuatan lembaga pelaksana di tingkat desa. Menurutnya, pengalaman sebelumnya dalam pengelolaan dana desa harus dijadikan pelajaran berharga agar tak terulang.
“Banyak yang akhirnya bermasalah karena pemahaman perangkat desa terbatas, atau malah ada yang berpura-pura tidak paham. Karena itu, pendampingan intensif menjadi harga mati,” ujarnya.
Ia menyarankan agar pengawasan terhadap pelaksanaan program tidak hanya dilakukan secara birokratis, tetapi melibatkan pihak independen yang mampu memberi masukan objektif.
Apansyah mendorong pembentukan tim gabungan pengawas, termasuk dari kalangan profesional atau konsultan yang bisa bekerja mendampingi koperasi sejak tahap awal.
“Perlu sinergi antara pengawasan internal pemerintah dan keterlibatan lembaga independen. Pendamping tidak boleh sekadar formalitas, tapi benar-benar memberi arah dan solusi,” tambahnya.
Legislator asal Daerah Pemilihan (Dapil) Kota Bontang, Kutai Timur dan Berau itu mengingatkan agar jenis usaha yang dikembangkan oleh koperasi sesuai dengan potensi dan kebutuhan lokal masing-masing desa. Ia menolak pendekatan seragam yang tidak mempertimbangkan karakteristik wilayah.
“Tidak semua desa cocok dengan model usaha yang sama. Harus digali dulu potensi yang paling relevan, bisa pertanian, UMKM, atau logistik. Jangan asal pilih,” katanya.
Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan UKM RI, hingga 23 Mei 2025 tercatat sekitar 500 desa di Kalimantan Timur telah menyelesaikan Musyawarah Desa Khusus (Musdesus) sebagai syarat awal pembentukan koperasi. Pemerintah pusat menargetkan seluruh Musdesus dapat diselesaikan sebelum 28 Mei 2025, agar proses pencairan dan pelaksanaan program segera dimulai.
Apansyah mengapresiasi percepatan tahapan administratif ini, namun mengingatkan bahwa keberhasilan program tidak bisa hanya dinilai dari kuantitas koperasi yang terbentuk, melainkan dari kualitas operasional dan keberlanjutannya dalam jangka panjang.
“Koperasi harus dibina dengan pendekatan kontekstual dan terarah. Kalau hanya mengejar angka, lalu setelah itu koperasi mati suri, sama saja menghamburkan dana publik,” tegasnya.
DPRD Kalimantan Timur, kata Apansyah, siap mengawal pelaksanaan program ini agar benar-benar memberi manfaat nyata bagi masyarakat desa. Dengan tata kelola yang tepat, ia meyakini Koperasi Merah Putih bisa menjadi instrumen strategis dalam memperkuat fondasi ekonomi lokal yang inklusif dan berdaya saing.