Insitekaltim,Samarinda – Semakin canggihnya perkembangan teknologi informasi, maka semakin banyak pula dampak yang dihasilkan. Tidak hanya membantu dalam pekerjaan dan pembelajaran agar semakin mudah, munculnya berita bohong atau hoaks juga menjadi salah satu dampaknya.
Bahkan masyarakat di Kalimantan Timur (Kaltim) dihantui oleh maraknya berita bohong atau hoaks, terutama di media sosial (medsos). Data terbaru dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengungkapkan bahwa 48,44 persen dari hoaks yang beredar di Kaltim berkaitan dengan isu politik.
Selain itu, sebanyak 43,75 persen berita bohong tersebut terkait persoalan agama. Di mana agama sering dijadikan bahan untuk memecah belah persatuan umat beragama. Kemudian, sebanyak 29,69 persen hoaks terkait kejahatan.
“Karena ini sedang musimnya ya, seusai pemilu dan menjelang pilkada, jadi saat ini tertinggi (hoaks politik),” ujar Sekretaris Jenderal APJII Zulfadly Syam dalam jumpa pers Hasil Survei Penetrasi Internet Provinsi Kaltim Tahun 2024 di Ruang Wiek Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Kaltim, Rabu (3/4/2024).
Ia melanjutkan, menurut survei tersebut, medsos menjadi platform utama penyebaran hoaks dengan 93,75 persen responden yang mengaku bahwa mereka menemukan hoaks di sana.
Sementara itu, media chat seperti pesan diteruskan melalui group chat sebesar 37,50 persen dan melalui situs berita sebanyak 25 persen yang juga menjadi tempat penyebaran berita bohong.
Meskipun demikian, tingkat kewaspadaan masyarakat terhadap hoaks beragam. Sebagian mengaku selalu memeriksa kebenaran informasi sebanyak 31,25 persen responden, dan sebagian lainnya melakukan verifikasi dari sumber terpercaya sebanyak 31,25 persen.
Namun, masih ada yang tidak pernah memeriksa kebenaran informasi dengan 17,86 persen responden atau hanya membandingkannya dengan berita lain sebesar 17,86 persen. Penggunaan situs fact-checking juga masih sangat rendah dengan hanya 1,79 persen responden yang menggunakannya.
Zulfadly menegaskan, bahwa memerangi hoaks membutuhkan upaya edukasi dan kesadaran masyarakat. Sulit untuk menutup semua sumber hanya dengan usaha sebagian kecil pihak, tetapi memberikan literasi kepada masyarakat dirasa lebih ampuh.
“Kami harus memperkuat literasi masyarakat agar mereka mampu membedakan hoaks dengan informasi yang benar,” ujarnya.
Di sisi lain, Kepala Diskominfo Kaltim Muhammad Faisal menambahkan bahwa pihaknya terus berupaya meningkatkan literasi digital masyarakat. Perlahan tapi pasti, ia meyakini jalan tersebut jauh lebih efisien ketimbang menutup dan mengejar semua sumber penyebar hoaks yang tidak ada habisnya.
“Kami juga mendorong masyarakat untuk melaporkan hoaks kepada pihak berwajib. Memang kalau kita kejar semua (sumber hoaks) tidak ada habisnya, ada lagi, ada lagi, tutup satu, muncul satu,” ungkapnya.
Faisal optimis bahwa dengan edukasi dan kesadaran masyarakat, hoaks di Kaltim dapat ditekan. Namun, ia juga mengingatkan bahwa memerangi hoaks politik tidaklah mudah karena bersifat musiman dan sulit dilacak sumbernya.
“Solusi terbaik adalah dengan meningkatkan kesadaran masyarakat agar tidak mudah terpengaruh oleh hoaks politik,” pungkasnya.