
Insitekaltim,Samarinda – Ketua Komisi II DPRD Kalimantan Timur Nidya Listiyono kembali mengenalkan kepada masyarakat Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2022 tentang Fasilitasi Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika, Prekursor Narkotika, dan Psikotropika.
Dalam sosialisasi yang dilakukan di Jalan Wijaya Kusuma Kota Samarinda, Minggu (10/3/2024), Nidya menjelaskan bahwa perda ini diharapkan akan menjadi landasan yang kuat untuk memberikan fasilitasi dalam upaya pencegahan penyebaran narkoba di Kaltim, khususnya Samarinda.
“Perda ini hadir untuk melengkapi kekurangan dan memberikan fasilitasi terhadap pencegahan penyebaran narkoba di Kaltim khususnya Samarinda,” ungkap Nidya.
Perda Nomor 4 Tahun 2022 adalah hasil kerja sama antara DPRD dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim dengan tujuan memberikan pemahaman yang lebih baik kepada masyarakat akan bahaya narkoba.
Nidya menegaskan bahwa perda tersebut mengatur berbagai upaya pemberantasan narkoba mulai dari pencegahan, penanganan, rehabilitasi, hingga tindakan represif terhadap para pelaku yang terlibat dalam peredaran narkoba.
“Sangat penting bagi kita untuk memulai menjaga keluarga dari ancaman narkoba dan zat berbahaya lainnya. Jangan sampai terjerumus,” tegasnya.

Dalam kesempatan tersebut, Nidya mengundang Khairun Nisa, Penyuluh Narkoba Ahli Pertama Badan Narkotika Nasional (BNN) Kalimantan Timur, sebagai narasumber. Nisa mengungkapkan bahwa penyalahgunaan narkoba paling rentan terjadi pada usia remaja.
“Berdasarkan data, secara nasional usia pertama kali penggunaan narkoba pada kisaran 17-19 tahun. Sedangkan di Kaltim, usia ini berada pada rentang 13-18 tahun,” jelas Nisa.
Lebih lanjut, Nisa mengungkapkan bahwa jenis narkoba yang paling banyak disalahgunakan adalah ganja. Meskipun dianggap sebagai narkoba ringan, ganja memiliki efek yang tinggi dan berbahaya.
Nisa juga menyampaikan bahwa Kaltim berada di peringkat kedua dalam prevalensi penyalahgunaan narkoba di antara 13 provinsi di Indonesia. Ia mengungkapkan bahwa peredaran narkoba di Samarinda berlangsung cukup pesat dengan cara-cara yang unik dan tidak lazim.
“Harga narkoba di Indonesia sendiri mencapai Rp1,5 juta per gram. Jauh lebih mahal dari China dan Iran,” tambahnya.
Nisa juga menyoroti peningkatan kasus penyalahgunaan narkoba karena munculnya new psychoactive substances (NPS) atau zat psikoaktif baru beserta jenis narkoba baru.
“Dengan potensi geografis, demografis dan aparat hukum yang masih kurang tegas dalam penanganan, kasus penyalahgunaan narkoba di Kaltim masih tinggi,” lanjut Nisa.
Di Indonesia, telah diidentifikasi 89 jenis NPS, di mana 81 jenis sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2022, sementara 8 jenis lainnya masih belum diatur.
Sebagai penutup, Nisa berharap adanya peran aktif dari berbagai pihak dalam membantu para pengguna narkoba yang sudah kecanduan untuk lepas dari lingkaran negatif tersebut.
“Pecandu jangan kita musuhi, kita dekati, kita bantu mereka lepas dari kecanduan narkoba dengan memberikan fasilitas rehabilitasi yang memadai,” tandasnya.