Insitekaltim,Samarinda – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) telah menjadi salah satu organisasi jurnalis paling berpengaruh dan tertua di Indonesia. Didirikan pada tahun 1946, PWI bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme wartawan dan menjaga integritas jurnalistik di tanah air. Organisasi ini berperan penting dalam membangun dan mempertahankan standar etika jurnalistik serta memperjuangkan hak-hak wartawan di Indonesia.
Dalam beberapa dekade terakhir, PWI telah berhasil mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi oleh profesi wartawan, termasuk tekanan politik, ekonomi dan sosial. PWI juga aktif dalam memberikan pelatihan dan sertifikasi melalui Uji Kompetensi Wartawan (UKW), sebuah inisiatif yang bertujuan untuk memastikan bahwa wartawan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk menjalankan tugas mereka dengan baik.
Namun, PWI tidak lepas dari dinamika internal yang terkadang memengaruhi stabilitas organisasi. Isu Kongres Luar Biasa (KLB) yang baru-baru ini mencuat menjadi salah satu contohnya. Kisruh yang berawal dari permasalahan bantuan anggaran UKW dari Forum Humas BUMN ini menimbulkan ketegangan antara Ketua Umum PWI dan Dewan Kehormatan (DK) PWI Pusat, yang akhirnya memengaruhi seluruh anggota PWI di berbagai daerah.
Ketua PWI Kalimantan Timur (Kaltim) Abdurrahman Amin menyampaikan sikap tegas terkait isu ini. Dalam wawancara setelah acara pelantikan di Gedung Olah Bebaya Pemprov Kaltim, Jumat (26/7/2024) Abdurrahman menegaskan bahwa PWI Kaltim tetap berpegang teguh pada hasil Kongres di Bandung yang diselenggarakan pada Oktober lalu.
“Yang pertama kita masih berpedoman pada hasil Kongres di Bandung bulan Oktober kemarin,” ujarnya.
Pria yang akrab dipanggil Rahman itu juga menekankan pentingnya sinergi antara pengurus pusat dan daerah untuk menjaga keutuhan organisasi.
Hendy CH Bangun dalam acara pelantikan tersebut disebut oleh Rahman sebagai tanda bahwa dia masih diakui sebagai Ketua PWI Pusat oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
“Karena sampai hari ini, Kemenkumham masih mengakui bahwa ketua PWI Pusat adalah Pak Hendry. Apabila ada yang menolak, ya kami anggap itu sebagai dinamika di organisasi saja,” jelasnya.
Rahman yang terpilih menjadi ketua PWI Kaltim pada 27 April lalu itu menjelaskan bahwa meskipun ada perbedaan pendapat, PWI Kaltim tetap solid dan fokus menjalankan program-program yang telah disusun.
“Namun intinya, kami di Kalimantan Timur tetap solid dan fokus menjalankan program-program yang telah kita susun,” tegasnya.
Ketika ditanya apakah PWI Kaltim menolak KLB, Abdurrahman menjelaskan bahwa syarat untuk mengadakan KLB cukup panjang. Dia menyebutkan bahwa harus ada usulan dari 2 per 3 jumlah pemilik suara atau provinsi. Dengan 38 provinsi, minimal 23-26 provinsi harus mengusulkan KLB.
Lebih lanjut, Abdurrahman menyoroti bahwa KLB hanya bisa diselenggarakan jika ketua berstatus sebagai terdakwa. “Kalau dua hal itu tidak terpenuhi, namun diselenggarakan KLB, berarti ada hal yang dipaksakan. Itu yang tidak kita inginkan,” ujarnya.
Abdurrahman menekankan bahwa KLB adalah jalur konstitusi organisasi yang harus dipertimbangkan dengan matang. Menurutnya, pelaksanaan KLB yang tidak sesuai prosedur dapat berdampak buruk bagi PWI sebagai organisasi wartawan tertua dan terbesar di Indonesia. “Jadi kita menolak KLB, kita ingin antara pengurus di pusat dengan daerah saling bersinergi,” tegasnya.
Dalam upaya menjaga stabilitas organisasi dan menghindari perpecahan, Abdurrahman mengajak seluruh anggota PWI untuk mengedepankan dialog dan menurunkan ego masing-masing demi kepentingan bersama.
Sebagai organisasi wartawan tertua dan terbesar di Indonesia, PWI terus berkomitmen untuk mengembangkan jurnalisme yang profesional dan berintegritas serta memperjuangkan kebebasan pers dan hak-hak wartawan. Meskipun dihadapkan pada berbagai tantangan, baik dari dalam maupun luar organisasi, PWI tetap menjadi salah satu pilar jurnalisme di Indonesia.
“Ini soal ego, jadi tidak ada masalah yang tidak ada jalan keluarnya. Tinggal kita menurunkan ego masing-masing saja,” ujarnya.