Insitekaltim, Samarinda — Erma Handayani atau yang akrab disapa Mbi membuktikan bahwa dunia balap Formula 1 bukan semata ranah kaum pria. Meski berprofesi sebagai ibu rumah tangga, Mbi dikenal piawai mengulas berbagai aspek F1, mulai dari strategi balapan, regulasi teknis, hingga karakter sirkuit yang kerap luput dari perhatian penonton awam.
Ketertarikannya pada dunia balap telah tumbuh sejak era 1980-an. Kebiasaan sang ayah yang mengajaknya menonton berbagai ajang balap sejak kecil menjadi awal kecintaannya pada olahraga adu cepat tersebut. Seiring waktu, ketertarikan itu berkembang dan mengantarkannya dikenal sebagai salah satu penggemar Formula 1 yang disegani di kalangan pencinta balap mobil.
“Dulu hanya tahu itu mobil balapan, belum paham soal teknologi atau mahalnya. Tapi rasanya sudah senang,” ujar Mbi Sabtu, 13 Desember 2025.
Memasuki pertengahan 1980-an, Mbi mulai mengenal Formula 1 secara lebih mendalam. Antusiasmenya semakin menguat saat menyaksikan kemunculan Ayrton Senna pada 1984. Keberhasilan Senna menyaingi pembalap senior seperti Alain Prost, meski dengan mobil yang dinilai kurang kompetitif, memunculkan rasa ingin tahu yang besar dalam dirinya.
“Dari situ saya mulai bertanya, apa sebenarnya yang membuat pembalap itu bisa seperti itu? Apa yang ada di dalam mobil dan apa yang ada di dalam dirinya,” tuturnya.
Di tengah keterbatasan akses siaran kala itu, Mbi tetap setia mengikuti F1 melalui tayangan ulang dan cuplikan balapan di TVRI. Ia juga rajin membaca ulasan balapan di surat kabar, yang mengupas jalannya lomba secara detail, mulai dari strategi tim hingga manuver di lintasan.
Perkembangan teknologi penyiaran tidak mengurangi kesetiaannya. Bahkan, saat harus menggunakan parabola dan memperbaikinya sendiri demi menangkap siaran, Mbi rela melakukannya agar tidak melewatkan satu balapan pun.
Bagi Mbi, Formula 1 bukan sekadar tontonan, melainkan rangkaian cerita panjang yang saling terhubung dari satu musim ke musim berikutnya. Ketertarikannya pun meluas ke aspek teknis, seperti regulasi, karakter sirkuit, setelan mobil, hingga data telemetri.
Ferrari menjadi salah satu tim yang mendorongnya mempelajari F1 lebih dalam, terutama ketika performa tim asal Italia tersebut mengalami pasang surut pada era 1990-an.
“Justru karena Ferrari sedang sulit, saya jadi ingin tahu apa penyebabnya,” katanya.
Seiring berkembangnya media digital, Mbi juga aktif berbagi pemahaman seputar Formula 1 melalui media sosial, khususnya akun TikTok milik anaknya. Melalui platform tersebut, ia kerap menjelaskan berbagai isu F1 yang tengah ramai diperbincangkan, mulai dari regulasi, insiden balapan, hingga keputusan steward, dengan pendekatan edukatif dan netral.
Menurut Mbi, edukasi tersebut penting agar masyarakat tidak hanya melihat F1 dari hasil akhir, tetapi juga memahami proses serta aturan yang melatarbelakanginya. Penjelasan yang utuh, menurutnya, dapat meminimalkan kesalahpahaman dan spekulasi berlebihan di kalangan penggemar.
Kecintaan terhadap Formula 1 juga mewarnai kehidupan keluarganya. Nama “William” menjadi simbol tersendiri, terinspirasi dari era kejayaan tim Williams, dan kemudian digunakan sebagai nama cucunya.
Hingga kini, Mbi dikenal sebagai penggemar Formula 1 yang memahami balapan secara menyeluruh. Ia mampu membaca potensi mobil sejak grid start, memprediksi jalannya lomba, hingga menjelaskan regulasi secara lugas dan edukatif, meski memilih tetap netral di tengah fanatisme penggemar.
Bagi Mbi, Formula 1 bukan sekadar olahraga, melainkan perjalanan panjang yang telah menjadi bagian dari hidupnya selama puluhan tahun.

