Insitekaltim,Samarinda – Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Kaltim Rusman Yaqub mengungkapkan perhatiannya terhadap rencana migrasi masif ke Ibu Kota Nusantara (IKN), khususnya dalam hal hak politik warga yang berencana pindah ke IKN untuk Pemilu 2024.
“Kita harus pastikan hak politik masyarakat ini, sebelum migrasi ke IKN itu benar-benar terjadi,” imbuhnya usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Gedung D DPRD Kaltim, Kota Samarinda, Selasa (10/10/2023).
Berdasarkan Bab IV lampiran II salinan UU IKN yang membahas rencana penahapan pembangunan dan skema pendanaan ibu kota negara, pemerintah mencoba mengidentifikasi ciri-ciri dari penduduk asli yang akan mendiami ibu kota baru selama fase I, yaitu dari tahun 2022 hingga 2024.
Selama periode tersebut, beberapa kelompok masyarakat yang dapat menghuni IKN meliputi ASN/PNS dari kementerian/lembaga tertentu, TNI/Polri/BIN (dengan rencana pindah pada tahap I), anggota keluarga PNS-TNI-Polri-BIN, pekerja sektor konstruksi, perdagangan, akomodasi makanan minuman, serta jasa-jasa, beserta keluarga, dan warga lokal.
Dalam fase pembangunan selanjutnya hingga tahun 2045, pemerintah juga merencanakan kehadiran tiga kelompok masyarakat tambahan yang akan berpindah ke Ibu Kota Nusantara.
Kelompok-kelompok ini termasuk para pelaku usaha dan investor, para akademisi dan peneliti beserta keluarga mereka, serta mahasiswa.
Mengenai hal ini, Rusman Yaqub menekankan perlunya Badan Otorita Ibu Kota Nusantara untuk memberikan kejelasan mengenai hak politik kelompok masyarakat yang hendak berpindah ke IKN.
Oleh karena itu, hak politik setiap penduduk negara telah dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2022 yang mengubah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).
Sementara, dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 mengenai Ibu Kota Negara (IKN), disebutkan bahwa penduduk yang tinggal di wilayah IKN tidak memiliki hak untuk ikut pemilihan umum (pemilu) kecuali untuk memilih presiden, anggota DPR RI dan anggota DPD RI.
Namun, mereka tidak memiliki hak suara dalam pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
“Artinya masyarakat yang berada dalam wilayah IKN hanya dapat menggunakan sebagian hak suaranya saja,” papar mantan legislator DPRD Samarinda ini.
“Pertanyaannya ketika pemilu nanti ada anggota yang terpilih dari dapil sana dia berstatus sebagai anggota DPRD apa,” sambungnya.
Politikus PPP ini menjelaskan lebih lanjut bahwa hak politik masyarakat IKN ini memiliki potensi untuk menimbulkan masalah, terutama ketika ada kebijakan yang harus dibuat ketika masyarakat ingin mewujudkan aspirasinya melalui para legislator.
Menurutnya, Pemerintah Pusat dan Badan Otorita IKN perlu mengatasi hal ini.
“Anggota DPRD tentu urusannya dengan Bupati PPU, sementara ada batasan tadi, masa masyarakat harus mengadu ke DPR RI karena Badan Otorita IKN kaitannya langsung dengan presiden sementara kan IKN juga tidak ada lembaga legislatifnya,” tandasnya.