Insitekaltim, Samarinda – Dalam kegiatan serap aspirasi atau masa reses, Ketua Komisi IV DPRD Kota Samarinda Sri Puji Astuti menyampaikan berbagai masukan dan keluhan dari masyarakat di daerah pemilihannya (dapil).
Ia mengatakan terdapat banyak keluhan, salah satunya terkait persoalan buku paket yang memberatkan pihak orang tua murid. Setiap berganti tahun, berganti pula buku paket tersebut.
Tidak hanya satu mata pelajaran yang membutuhkan buku paket, tapi ada 12 sampai 14 buku paket yang harus dibeli orang tua.
Tidak sampai di situ saja, bahkan orang tua mengungkapkan kesulitannya untuk menemukan buku paket yang tidak dijual di beberapa toko buku.
“Tiap kami reses selalu saja ada orang tua yang mengeluh keberatan soal buku paket. Sebenarnya buku paket ini kebijakannya bagaimana, Pak?” tanyanya dalam Hearing Pansus IV DPRD Samarinda bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Samarinda, pada Rabu (13/3/2024).
Kepala Disdikbud Kota Samarinda Asli Nuryadin menyampaikan hal serupa. Ia juga mengaku mendengarkan dari beberapa guru dan orang tua murid.
Di mana banyak orang tua peserta didik yang keberatan dengan buku paket itu. Satu buku paket dibandrol mulai dari puluhan ribu hingga ratusan ribu rupiah ini juga tidak disediakan sekolah. Artinya orang tua murid harus mencari sendiri di luar sekolah.
“Ini juga sudah sering saya terima keluhan dari guru, dari orang tua soal buku paket, apalagi sewaktu penerimaan siswa baru,” ungkapnya.
“Sebenarnya kalau mau menyenangkan orang tua, buku bisa kita siapkan. Berjenjang ganjil genap disiapkan untuk supporting di sekolah,” sambungnya.
Masalahnya, Asli melanjutkan, terdapat peserta didik lain yang membawa sendiri buku paket dari luar sekolah karena dirasa buku tersebut lebih lengkap dan detail untuk mata pelajaran yang diberikan.
Di sisi lain, peserta didik lain yang melihat buku paket tersebut akan mulai bertanya kepada temannya dan tanpa disadari meminta kepada orang tua mereka untuk dihadirkan buku tersebut.
Di mana buku paket dari luar ini bukanlah permintaan sekolah dan hanya merupakan inisiatif si anak yang ingin memiliki bukunya. Tanpa orang tuanya ketahui, buku paket itu bukanlah permintaan sekolah, sehingga terjadi kesalahpahaman.
“Jadi pikir si orang tua juga itu buku paket dari kita (diminta untuk membeli). Padahal memang dari si anak lihat temannya ada buku paket, dia juga mau, lalu minta ke orang tuanya,” bebernya.
Untuk menindaklanjuti hal ini, Asli menyebutkan pihaknya akan berdiskusi mencari jalan tengah terbaik baik sekolah dan orang tua agar mendapat win-win solution atau sama-sama menguntungkan.
“Karena di sekolah ini jangan ada buku lain selain buku wajib. Jadi akan kita bicarakan bagaimana win-win solution-nya,” pungkas Asli.