
Insitekaltim, Samarinda – Wacana pemerintah untuk tidak menanggung penyakit akibat rokok melalui BPJS Kesehatan menuai perhatian luas. Tak sedikit perokok yang merasa didiskriminasi atas wacana tersebut.
Namun, di lain sisi, masyarakat antirokok mensyukuri isu itu apabila benar terjadi, supaya perokok mulai berpikir untuk berhenti menghisap asap tembakau bakar itu.
Meski sempat beredar kabar bahwa kebijakan tersebut sudah ditetapkan, Wakil Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) Andi Satya Adi Saputra menegaskan bahwa hal itu masih sebatas wacana yang belum menjadi keputusan resmi.
“Penyakit akibat merokok memang menjadi beban besar bagi anggaran kesehatan, termasuk serangan jantung, kanker paru, dan stroke. Tapi kebijakan ini harus dipikirkan secara matang agar tidak menambah persoalan baru,” ujarnya, Selasa, 25 Februari 2025.
Ia menjelaskan bahwa saat ini BPJS Kesehatan masih menanggung delapan penyakit katastropik, termasuk yang berkaitan dengan dampak rokok.
Namun, jika pemerintah berencana membatasi cakupan pembiayaan, perlu ada pendekatan lebih komprehensif agar tidak merugikan masyarakat yang sudah kecanduan.
Menurutnya, jika tujuan kebijakan ini untuk menekan jumlah perokok, maka pemerintah seharusnya lebih agresif dalam menggalakkan program berhenti merokok dan edukasi kesehatan.
“Jangan hanya membatasi akses layanan, tapi berikan solusi nyata bagi perokok. Harus ada kebijakan pendukung seperti terapi berhenti merokok atau insentif bagi mereka yang mau mengurangi kebiasaan itu,” tegasnya.
Politikus Partai Golkar ini berharap pemerintah tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan dampaknya. Ia menekankan perlunya regulasi yang tidak hanya membebani masyarakat, tetapi juga memberi jalan keluar yang adil dan efektif.