Insitekaltim,Samarinda – Berdasarkan data aplikasi Sistem Informasi Online (Simfoni) dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada bulan Desember tahun 2023, Kota Samarinda mendapat posisi pertama di Kalimantan Timur (Kaltim) sebagai kota dengan tingkat kekerasan perempuan dan anak tertinggi.

Sebanyak 498 kasus yang meliputi, 309 kasus kekerasan terhadap perempuan dan 189 kasus kekerasan terhadap anak dan berdasarkan sumber serupa, kasus kekerasan di tahun 2024 bulan Mei sudah mencapai 99 kasus, yang terdiri dari 46 kasus kekerasan pada perempuan dan 53 kasus kekerasan anak.
Melihat data tersebut, membuat banyak pihak khawatir. Padahal menurut Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2PA) Kota Samarinda Ibnu Araby, anak merupakan aset bangsa yang sangat menentukan masa depan suatu negara.
Oleh karena itu, melindungi anak menjadi tugas bersama demi menyiapkan anak sebagai sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Di mana, menyiapkan SDM yang berkualitas ini berarti berupaya membangun dan menyejahterakan kehidupan negara kelak.
Maka itu, Ibnu menyebutkan pentingnya pemberian bekal kepada anak. Bekal yang dimaksud bukan saja tentang mencukupi kebutuhan gizi dan nutrisi untuk menyokong tumbuh kembang anak, tetapi bekal ini ia tekankan mengenai keimanan, kepribadian yang luhur, jiwa dan semangat kebangsaan kepada anak.
“Dengan begitu, mereka dapat tumbuh menjadi manusia berbudi luhur,” ujarnya dalam Bimbingan Teknis Lembaga Perlindungan Khusus Ramah Anak (Bimtek LPKRA) pada Satuan Pendidikan di Kota Samarinda di Ballroom Hotel Midtown Samarinda, Senin (24/6/2024).
“Anak merupakan aset suatu bangsa, yang sangat menentukan wujud dan kehidupan masa depan suatu bangsa. Oleh karena itu adalah tugas kita bersama untuk menyiapkan anak sebagai generasi muda yang berkualitas,” sambungnya.
Ibnu menjelaskan bahwa SDM yang berkualitas harus dipersiapkan sejak dari satuan pendidikan terkecil, mulai dari yang utama dari pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga jenjang sekolah menengah pertama (SMP).
Persiapan SDM yang lebih baik harus dimulai dengan membekali anak-anak bimbingan dan aturan yang berlandaskan Pancasila. Namun, ia mengakui adanya tantangan besar yang dihadapi dalam satuan pendidikan, yaitu tindak kekerasan yang masih sering terjadi di sekolah.
Kekerasan pada anak harus dihentikan. Ibnu menegaskan bahwa menghentikan kekerasan adalah tugas semua pihak. Tidak saja orang tua, tenaga pendidik di sekolah, orang-orang di lingkungan anak juga harus berperan aktif untuk menanggulangi kekerasan terhadap anak.
Dengan kerja sama semua pihak, diharapkan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat ditekan dan generasi mendatang dapat tumbuh dengan aman dan sejahtera.
“Permasalahan ini harus terus ditanggulangi untuk mewujudkan visi Presiden RI dalam melahirkan SDM berkualitas,” tutupnya.