Insitekaltim, Samarinda – Pulau Punjung, sebuah wilayah kecil di Sumatera Barat, mungkin tak banyak dikenal. Namun dari tempat itulah lahir seorang pemimpin visioner, Akmal Malik, yang kini memimpin Kalimantan Timur sebagai Penjabat (Pj) Gubernur.
Meski takdir membawanya menjadi birokrat, perjalanan hidup Akmal jauh dari kata mudah. Ia mengawali hidupnya dengan perjuangan yang sederhana namun bermakna, membangun karier dari nol hingga mencapai panggung nasional.
Kisahnya kini diabadikan dalam buku berjudul Akmal Malik, Bukan Birokrat Biasa, karya Yus Arianto dan Andry Haryanto, yang dibedah dalam sebuah acara di Big Mall Samarinda pada Sabtu (28/12/2024).
Dari Pulau Punjung, Akmal tumbuh dengan kehidupan yang sederhana. Ketika muda, ia memutuskan mencoba peruntungan di Jakarta.
“Saya kuliah juga, yaitu di universitas Tanah Abang? Tahu kan universitas Tanah Abang? Berjualan,” guyon Akmal.
Ia ikut seorang kawan untuk berjualan kain di pusat penjualan tekstil terbesar di Indonesia tersebut. Namun, setelah tiga bulan berjualan, ia memutuskan kembali ke kampung halaman.
Momen penting datang saat seorang teman mengajaknya mendaftar ke Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN). Dari 86 pendaftar, hanya Akmal yang berhasil lolos. Keberhasilannya ini menjadi titik awal perjalanan kariernya di dunia birokrasi.
Setelah lulus dari APDN, Akmal memulai kariernya sebagai Kepala Sub Seksi Lingkungan Hidup dan Pjs Kepala Desa Barangan Selatan. Tugas-tugas kecil itu dijalani dengan sepenuh hati, hingga ia perlahan naik jabatan dan akhirnya dipercaya sebagai Dirjen Otonomi Daerah di Kementerian Dalam Negeri.
Sebagai seorang birokrat, Akmal dikenal dengan pendekatan kolaboratif dan inovatif. Kini, dalam kapasitasnya sebagai Pj Gubernur Kalimantan Timur, ia fokus pada isu-isu strategis seperti ketahanan pangan dan pengelolaan lahan pascatambang.
Dalam acara bedah buku di Samarinda, Akmal berbagi pandangan tentang perannya sebagai birokrat. “Menjadi pegawai negeri bukan cita-cita saya. Itu hanya takdir yang dijalani,” ujarnya, menegaskan bahwa kesuksesan yang diraihnya adalah hasil dari kerja keras dan kolaborasi tim.
Pendekatannya yang rendah hati mendapatkan apresiasi luas. Prof Esti Handayani Hardi, salah satu akademisi yang hadir, menyebut perjalanan hidup Akmal sebagai inspirasi bagi generasi muda.
“Pak Akmal tidak hanya berbicara teori, tapi menghidupkannya lewat pengalaman nyata,” ungkapnya.
Meski baru setahun memimpin Kalimantan Timur, Akmal telah memberikan dampak besar. Penulis buku, Yus Arianto, menyebut fokus Akmal pada ketahanan pangan dan pengelolaan lingkungan sebagai langkah penting untuk masa depan provinsi tersebut.
“Beliau ingin meninggalkan warisan yang bermakna untuk Kalimantan Timur,” ujar Yus. Hal ini juga diamini Rini Kustiani Jurnalis Tempo, yang memuji dedikasi Akmal dalam membangun sektor pertanian dan pangan di provinsi itu.
Kisah Akmal Malik adalah bukti bahwa perjalanan hidup, seberat apapun, bisa membawa seseorang mencapai panggung yang lebih besar. Dari Pulau Punjung yang sederhana dan saat ini menakhodai Kalimantan Timur yang penuh tantangan, Akmal menunjukkan bahwa keberanian untuk mengambil langkah kecil dengan penuh dedikasi dapat mengubah takdir seseorang.
Acara bedah buku ini tidak hanya merayakan perjalanan Akmal memimpin Kaltim, tetapi juga memberikan pelajaran penting tentang ketekunan, kerja keras, dan keberanian untuk melampaui batasan. Sebuah kisah inspiratif yang layak menjadi teladan bagi generasi muda Indonesia.