Insitekaltim, Balikpapan – Dalam kegiatan Konvensi Media Siber yang diinisiasi oleh Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Ketua Komisi Penelitian Pendataan dan Ratifikasi Pers Dewan Pers Atmaji Sapto Anggoro menyebut bahwa 10 tahun lalu, wartawan belum begitu mengenal apa itu Artificial Intelligence (AI).
Setelah mulai kencangnya arus teknologi menerjang seluruh dunia, termasuk Indonesia, AI pun juga masuk ke dalam seluk keseharian wartawan.
Dipaparkannya bahwa dahulu big data atau data yang besar itu harus memerlukan waktu bagi manusia agar supaya mendapat inti dari data tersebut. Diperlukan waktu cukup lama untuk merangkum dan mengolah big data.
Hadirnya AI, dapat mempersingkat perangkuman dan mengerucutkan big data menjadi sebuah data jadi yang terbaca dengan cepat. Hal ini disyukurinya. Wartawan tak lagi harus membuang banyak waktu mengolah big data untuk produk jurnalistiknya.
“Perkembangan organik big data jadi AI dan AI bisa membuat big data menjadi data simpel. AI adalah game changer,” ungkap Atmaji, di Hotel Grand Tiga Mustika, Balikpapan, Sabtu (28/12/2024).
Di sisi lain, Ketua Umum AMSI Wahyu Dhyatmika menyampaikan saat ini diperkirakan terdapat 50 ribu media dari 514 kabupaten/kota se-Indonesia.
Selain itu, terdapat 5.019 media dari semua platform yang dikelola oleh konstituen Dewan Pers dan ada 3.886 media siber se-Indonesia.
Jumlah yang terbilang banyak ini diperkirakan bakal terus bertambah seiring berjalannya waktu. Satu sisi, pertumbuhan media ini disyukurinya karena banyak tempat untuk menyebarkan informasi, yang melambangkan percepatan penyampaian informasi. Di satu sisi, banyaknya persaingan media untuk perhatian masyarakat.
“Kita butuh langkah sinergis baik dari institusi pers, organisasi pers, dewan pers, pemerintah dan stakeholder lainnya,” tutur Wahyu.
Di samping itu, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kaltim Muhammad Faisal menyinggung soal Ibu Kota Nusantara (IKN) di mata masyarakat.
Mayoritas masyarakat, disebutkan Faisal memberikan ‘vonis’ terkait pembangunan IKN. Mereka menganggap perkembangan IKN tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Divonisnya IKN tetap kalah dari ibu kota lama, yakni Jakarta.
Dimintanya agar semua masyarakat untuk menyamakan persepsi akan hal ini. Pembangunan IKN tidak semudah membalik telapak tangan. Perubahan tidak dapat terjadi untuk satu sampai dua tahun saja. Perubahan IKN menjadi wajah baru Indonesia adalah prioritas jangka panjang, yang artinya membutuhkan belasan dan puluhan tahun.
“Padahal perencanaannya 15-20 tahun. Jadi kita harusnya mampu mewujudkan IKN dan optimis ini terwujud,” tekan Faisal.
Melihat hal ini, Faisal mengingatkan agar semua pihak, termasuk wartawan untuk memahami digital. Pemahaman ini diharapkannya mampu menyebar ke masyarakat melalui peran wartawan dan media.
“Itu harus diimbangi dengan percepatan literasi. Tambah saja pengetahuan digital, belajar sedikit-sedikit, di Kaltim terjadi percepatan. Kita diminta untuk cepat dalam hal digital,” tutupnya.