Insitekaltim, Jakarta – Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) resmi meluncurkan layanan pencatatan khusus untuk social enterprise, atau usaha yang tidak hanya berfokus pada keuntungan finansial, tetapi juga pada pemberantasan masalah sosial.
Melalui layanan ini, pemerintah memberikan pengakuan dan dukungan bagi pelaku usaha yang turut berkontribusi dalam pembangunan berkelanjutan.
Peluncuran layanan pencatatan ini berlangsung di Gedung Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) pada Rabu (13/11/2024), dihadiri langsung oleh Menteri Hukum Supratman Andi Agtas.
Ia mengungkapkan bahwa langkah ini merupakan komitmen pemerintah dalam membangun ekonomi berkeadilan dengan mendorong kontribusi pelaku usaha terhadap program-program pembangunan berkelanjutan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
“Saya berharap pelaku usaha melihat ini sebagai wadah untuk berkarya di negeri ini, sekaligus untuk mencapai 17 tujuan dalam program pembangunan berkelanjutan PBB,” ujar Supratman.
Dalam keterangannya, Supratman menegaskan bahwa social enterprise berbeda dari jenis usaha lainnya yang terdaftar di Ditjen AHU. Social enterprise diwajibkan untuk menyertakan minimal satu dari 17 tujuan pembangunan berkelanjutan, seperti pengentasan kemiskinan, masalah kesehatan, atau ketahanan pangan.
Selain itu, social enterprise diwajibkan mengalokasikan minimal 51% dari dividennya untuk diinvestasikan kembali guna mencapai tujuan-tujuan sosial tersebut.
“Social enterprise akan menggunakan minimal 51% devidennya untuk diinvestasikan kembali dalam mencapai tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan,” katanya.
Direktur Jenderal AHU, Cahyo Rahadian Muzhar, menjelaskan bahwa pelaku usaha yang terdaftar sebagai social enterprise akan mendapatkan berbagai manfaat, termasuk daya tarik bagi investor global yang mendukung usaha dengan dampak sosial. Menurut Cahyo, banyak pemodal internasional saat ini yang lebih tertarik pada investasi di perusahaan yang turut mengalokasikan keuntungannya untuk kegiatan sosial.
“Pemodal di seluruh dunia banyak yang ingin menginvestasikan pada usaha yang mengalokasikan keuntungannya untuk permasalahan sosial,” jelas Cahyo.
Selain menarik minat pemodal, pengakuan resmi dari pemerintah akan membuka peluang bagi social enterprise untuk memperoleh insentif serta fasilitas dari pemerintah. Cahyo menyebutkan bahwa dukungan ini utamanya akan ditujukan untuk usaha mikro, kecil, dan menengah.
“Pemerintah kemudian dapat memberikan insentif-insentif, keistimewaan, fasilitas-fasilitas. Kita targetnya usaha mikro, kecil, dan menengah,” tambahnya.
Kementerian Hukum, melalui Ditjen AHU, berkomitmen untuk terus mengembangkan regulasi yang mendukung social enterprise dengan melibatkan masukan dari para pelaku usaha, lembaga sosial, dan masyarakat. Social enterprise diharapkan mampu menjadi solusi nyata bagi berbagai tantangan sosial dan lingkunganĀ diĀ Indonesia.