Insitekaltim,Samarinda – Diary atau buku harian adalah kegiatan menulis keseharian untuk menyimpan berbagai momen penting atau catatan pribadi. Bahkan berbagai orang menyebut bahwa menulis diary berhubungan dengan menjaga kesehatan mental.
Isu terkait kesehatan mental sedang naik daun di kalangan generasi Z. Salah satu cara mengatasi isu mental yang ditawarkan adalah menulis diary.
Di era digital ini, menulis diary masih menjadi pilihan yang menarik bagi beberapa anak muda. Meskipun aplikasi dan teknologi modern menawarkan alternatif, banyak yang percaya pada manfaat menulis secara tradisional.
Sofia, seorang gadis berusia 18 tahun yang akan melanjutkan kuliah di Universitas Mulawarman mengatakan bahwa dirinya akrab menulis diary hingga lima tahun terakhir.
Agenda rutin sebelum tidur ini dijalankan untuk mengingat momen berharga yang ingin diingatnya melalui tiap sentuhan pulpennya. Baik momen bahagia, sedih sampai memalukan.
“Menulis diary membantu saya mengekspresikan perasaan dan pikiran saya. Ini juga cara untuk merefleksikan pengalaman sehari-hari dan meredakan stres,” ujarnya, Sabtu (3/8/2024).
Di sisi lain, teman sekelas Sofia di salah satu SMA di Samarinda, Robi (18) mengaku mengenal diary tapi tidak pernah melakukannya.
“Saya belum pernah menulis diary dan saat ini juga tidak menulisnya,” katanya.
Tidak menggunakan diary untuk mengingat momen atau mencatat hal penting, dirinya hanya mengandalkan ingatannya untuk mencatat hal penting atau dalam bentuk digital.
Robi menggunakan aplikasi catatan di ponsel dan kalender digital untuk mengelola informasi penting dan tanggal-tanggal spesial.
“Paling mau ingat ya di foto atau di kalender dibulatin,” sebutnya sambil tertawa.
Ketika ditanya soal perbedaan gender berpengaruh terhadap kegemaran menulis diary, Robi malah tidak setuju. Baginya menulis diary bisa dilakukan siapa saja tanpa pengaruh gender.
Laki-laki yang memiliki kegemaran menulis diary diakuinya belum pernah ia temui, tetapi ia yakin bahwa di luar sana masih ada laki-laki yang memiliki hobi ini untuk mengekpresikan perasaan dan memperbaiki kondisi mental mereka.
“Gak setuju sih, cowo bisa nulis diary, cuman emang saya tidak ketemu tuh, tapi pasti ada,” tuturnya.
Perbedaan antara Sofia dan Robi menunjukkan bahwa meskipun menulis diary bisa bermanfaat bagi kesehatan mental dan pengingat momen spesial, preferensi individu tetap bervariasi.
Dengan banyaknya cara untuk menyimpan informasi dan mengelola perasaan baik menulis diary secara tradisional maupun menggunakan teknologi digital, pilihan akhirnya tergantung pada preferensi masing-masing individu.